Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Prodi Pengobat Tradisional dan Prospek Karier dari Alumni Unair

Kompas.com - 29/09/2020, 13:52 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com – Meningkatnya animo masyarakat untuk kembali mengonsumsi obat-obatan dengan bahan alami, membuat Program Studi Pengobat Tradisional (Battra) bisa dipertimbangkan.

Lulusan dari Prodi Battra tidak hanya berkiprah sebagai terapis di pelayanan kesehatan, tapi bisa mendirikan griya sehat sendiri sehingga bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar.

Alumni Universitas Airlangga (Unair) Alfiyah Kharomah misalnya. Ia berbagi cerita saat kuliah di prodi Battra hingga akhirnya ia bisa mendirikan Griya Sehat Alfa Syifa.

Baca juga: Mahasiswa S1-S3, Ini Cara Daftar Beasiswa Unggulan dari Kemendikbud

Alfiyah menceritakan, awal mula dirinya memilih Prodi Battra karena terinspirasi serial drama Korea yang ditontonnya.

“Dulu pada saat ada penerimaan mahasiswa baru, waktu itu 2006 saya nonton film Korea yang lagi ngehits banget. Judulnya Jewel In The Palace,” ucapnya dalam melalui Forum Inspirasi Battra yang digagas Himpunan Mahasiswa Battra Fakultas Vokasi Universitas Airlangga, Minggu (27/9/2020), merangkum dari laman Unair.

Drama itu, kata dia, menampilkan tentang akupuntur dan bagaimana cara meracik herbal.

"Kok saya tertarik gitu ya dan akhirnya dari awal saya sudah menentukan pilihan saya di Battra," paparnya.

Baca juga: Beasiswa Unggulan Kemendikbud Ramai Peminat, Apa Saja yang Didapat?

Meski orangtua memberikan opsi untuk memilih jurusan lain, Alfiyah memantapkan diri untuk memilih jurusan yang sesuai dengan passion.

“Padahal ya waktu itu orang tua saya sudah memberi pilihan di jurusan matematika dan beberapa jurusan lain. Tapi, itu bukan passion saya,” ungkap perempuan yang berdomisili di Sidoarjo tersebut.

Ia tak menyangka prodi yang dipilihnya tersebut memberikannya banyak ilmu, tak sebatas herbal.

“Awal masuk Battra itu saya cukup terkejut ya. Padahal maksud saya masuk Battra itu untuk belajar akupunturnya. Ternyata malah dikasih lebih dari itu. Ada akupuntur, herbal, massage, akupresur. Jadi komplit,” jelasnya.

Apa yang dipelajari?

Melansir dari laman Unair, latar belakang adanya program studi pengobatan tradisional di Indonesia tidak terlepas dari kunjungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Universitas Tianjin dan Beijing Tiongkok pada 2003.

Baca juga: Jadwal dan Cara Daftar KIP Kuliah Jalur Mandiri PTN dan PTS 2020

Saat itu SBY mengatakan pengobatan tradisional di Tiongkok itu sudah maju. Dan selepas pulang ke Indonesia, SBY menunjuk Unair sebagai perguruan tinggi untuk membuka jurusan program studi pengobatan tradisional.

Selama kuliah, mahasiswa pengobatan tradisional tidak hanya diberi ilmu di dalam kelas, melainkan juga di luar kelas.

Misalnya, praktikum dan praktik kerja lapangan. Tujuannya adalah mahasiswa pengobatan tradisional dapat melakukan pencegahan penyakit sekaligus rehabilitasi kepada masyarakat secara langsung.

Dalam merealisasikan hal tersebut, setidaknya ada empat kompetensi dasar bagi mahasiswa pengobatan tradisional. Pertama, akupuntur. Yakni, teknik pengobatan tradisional dari Tiongkok.

Baca juga: Mendikbud Nadiem: Penyederhanaan Kurikulum Tidak Dilakukan sampai 2022

Kedua, pijat. Yakni, memijat langsung ke tubuh manusia untuk mengobati penyakit dari luar. Misalnya, jenis pijat tuina dan akupresur yang biasanya digunakan untuk bayi dan ibu hamil.

Ketiga, herbal, yaitu membudidayakan pembibitan tanaman obat sampai panen seperti pembuatan simpilia, bedak dingin dan jamu.

Keempat, Nutrisi. Yakni, anjuran makan sehat dengan memilih kandungan makanan yang sesuai untuk kebutuhan manusia. Misalnya, contoh wanita yang sedang mengalami masa menopouse dianjurkan untuk makan pecel semanggi karena memiliki kadar estrogen yang tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau