Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Workshop CEO SMK, GSM: Kualitas Pendidikan Kita Tertinggal 50 Tahun

Kompas.com - 16/11/2020, 12:07 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

GSM memandang, pendekatan pemenuhan administrasi itu harus diubah secara fundamental. Fokus kementrian pendidikan dan pemerintah daerah lebih pada aspek terukur dan teramati dari pembelajaran.

Hal ini akan mengirimkan sinyal ke seluruh sistem dan stakeholder bahwa pembelajaran itu penting, serta dapat memberikan informasi kepada sekolah tentang ke mana mereka harus memfokuskan perhatian guna meningkatkan hasil.

Baca juga: 7 Jurusan Kuliah Ini Cocok untuk Lulusan SMK

5 strategi bangun ekosistem belajar

Rizal menjelaskan perlunya menciptakan ekosistem pendidikan yang mendorong lahirnya 5 hal penting berikut;

1. Ruang otonomi siswa mengembangkan dirinya, membuat target belajarnya sendiri serta mampu untuk mengelola waktu dan membuat keputusan dalam menyiapkan masa depannya di sekolah. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan antusiasme murid di sekolah.

2. Pembelajaran yang lebih relevan atau otentik dan bertujuan pada penguasaan strategi belajar aktif dan teknologi untuk mengasah kemampuan memecahkan masalah nyata.

Jadi, ekosistem GSM akan mengalihkan fokus bukan pada penilaian "seberapa banyak ingatan dan pemahaman yang diperoleh siswa" karena situasi itu akan melahirkan budaya sekolah yang tak sehat bagi siswa, guru, dan orang tua

3. Ada ruang bagi passion dan talenta untuk berkembang. Guru yang selalu menanyakan kebutuhan siswa, mengamati dan mendampingi siswanya dalam mengembangkan bakat dan passionnya.

Bukan lagi budaya standarisasi yang memaksa anak harus belajar "hal yang sama" dalam "waktu yang sama" dengan "cara yang sama" karena akan berpotensi membunuh kodrat dasar manusia yang unik dan beragam.

4. Terdapat banyak pilihan dalam strategi belajar untuk membangun pembelajaran yang berpusat pada individu.

Pilihan ini akan membuat anak terbiasa berpikir fleksibel dalam mencari alternatif cara untuk memecahkan persoalan yang kompleks, sebagai ketrampilan yang paling dibutuhkan di era industri 4.0.

 

Anak menjadi merasa tidak sebagai obyek pembelajaran karena mereka senang , dan belajar menjadi “candu” bagi mereka untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Baca juga: BPS: Lulusan SMK Paling Banyak Menganggur akibat Pandemi Covid-19

5. Ekosistem belajar yang berorientasi pada anak, dimana pembelajaran berdasarkan perkembangan usia, mental dan talenta mereka yang berbeda. Interaksi akan terbangun lebih empatik dan saling apresiatif satu sama lain.

"Melalui ekosistem ini, diharapkan dapat memenuhi janji Presiden Jokowi pada periode kedua pemerintahannya, dimana ingin menitikberatkan pada pembangunan manusia Indonesia yang adaptif, kompetitif, inovatif dan produktif," harap Rizal.

Ia menambahkan, "masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bangsa ini, tapi jika kita mampu bergerak bersama mengubah haluan pendidikan kita untuk melahirkan ekosistem sekolah yang menyenangkan."

"Dengan memberikan ruang bagi setiap individu bisa menemukan dirinya sendiri secara terus menerus, maka optimisme untuk bisa memanfaatkan bonus demografi dengan melahirkan generasi emas Indonesia akan terbukti seiring perjalanan waktu," pungkas Rizal.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau