Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/01/2021, 16:35 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Annisa Ardiani | Content Writer Rekata

KOMPAS.com - Work from Home atau WFH membuat kegiatan bekerja berubah menjadi 180 derajat. Yang tadinya bisa koordinasi langsung dengan rekan kerja, sekarang harus lewat layar laptop.

Kalau yang sudah berkeluarga, harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarga.

Menurut Survei PPM Manajemen, 80 persen karyawan mengalami gejala stres karena khawatir akan kesehatannya. Hal ini bukan hanya akibat adanya pandemi, tetapi juga karena tidak bisa mengelola stres dengan baik di rumah.

Belum lagi, WFH membuat kita seakan bekerja 24 jam karena laptop selalu ada di dekat kita di rumah. Para bos bahkan tidak sungkan untuk japri kita tentang progres kerjaan di malam hari ataupun di pagi buta. WFH seakan bisa berubah menjadi Work from Hell.

Bayangkan kalau bos di kantor menjadi bos monster saat WFH seperti yang dialami oleh April dalam novel “Progressnya Berapa Persen?” karya Soraya Nasution.

April yang merupakan seorang pegawai di kantor konsultan sering risi dengan manajernya yang selalu bertanya tentang progres kerjanya.

Baca juga: [TREN WORKLIFE KOMPASIANA] Membahas Gaji dengan Teman hingga WFH Turunkan Produktivitas?

Pak Dewangga Bayuzena, seorang manajer teknik yang selalu membuat jantung stafnya ketar-ketir karena sering menanyakan pertanyaan kebanggaannya: “Progressnya berapa persen?”.

Padahal, April dan rekan-rekan kerjanya sudah melaporkan progresnya ke beliau. Tetap saja, Pak Dewangga selalu menanyakan pertanyaan tesebut setiap kali bertemu dengan stafnya. Sungguh mengganggu, apalagi sifat beliau yang selalu dingin.

Sebetulnya, April nyaman bekerja di kantor tersebut. Nyaman, minim persaingan, fleksibel, dan rekan kerja yang asyik. Namun, tidak bisa dipungkiri bobot pekerjaan dan bos yang seakan selalu meneror kita bisa membuat beban kerja seakan bertambah seribu kali lipat.

Kata orang, tampang berbanding lurus dengan perbuatan. Namun tidak dengan Pak Dewangga, muka tampannya dan kepintarannya tidak selaras dengan perlakuannya kepada para staf dan mulut pedasnya.

Segala beban pekerjaan membuat kita kadang berpikir untuk resign atau mengundurkan diri dari pekerjaan. Meskipun mendapatkan gajinya besar dan rekan kerja yang asyik, terkadang tuntutan pekerjaan dan tekanan dari bos membuat kita menyerah.

Sama seperti Alranita dalam novel “Resign!” karya Almira Bastari. Bos di kantornya, Pak Tigran, sering meminta revisi pekerjaan, bahkan untuk kesalahan yang tidak substansial.

Belum selesai revisi, sudah dipanggil untuk tugas tambahan. Padahal, tenggat waktunya sebentar lagi. Siapa yang tidak kesal?

Saking kesalnya, Alranita sudah sering bersikap sinis dan melawan Pak Tigran. Tidak hanya dia, bahkan hampir semua karyawan kesal dan sudah tidak ada hormat karena sikap beliau. Karyawan yang dibawahi oleh Pak Tigran pun sudah sering resign karena tidak tahan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com