Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Cabai Melambung Tinggi, Ini Penjelasan Pakar IPB

Kompas.com - 26/03/2021, 17:00 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Dosen IPB University dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Feryanto memberikan pandangan terkait melambungnya harga cabai di sejumlah wilayah di Indonesia.

“Cabai ini agak unik karena menjadi komponen utama sebagai bumbu masak di masyarakat. Dan menariknya lagi, masyarakat kita lebih senang dan cenderung mengonsumsi cabai segar, dari situlah harga cabai sangat fluktuatif,” ujar Feryanto seperti dirangkum dari laman IPB University, Jumat (26/3/2021).

Ia mengatakan melambungnya harga cabai tidak terlepas dari pasokan (supply) dan permintaan (demand) masyarakat terhadap cabai.

Baca juga: Guru Besar IPB Temukan Formula Minuman Penurun Gula Darah

Dari sisi demand atau permintaan, kata dia, permintaan cabai cenderung stabil. Permintaan cabai dalam satu bulan berada pada kisaran 250-260 ribu ton.

“Hampir setiap bulan konsumsinya seperti itu, tetapi memang pada bulan tertentu seperti menjelang bulan puasa dan hari besar keagamaan, permintaannya naik sampai 15 persen,” jelasnya.

Sementara, dari sisi pasokan atau supply, ia menilai terdapat permasalahan produksi yang belum stabil. Bahkan, pada akhir tahun lalu, produksi cabai cenderung turun.

“Petani kita masih mengikuti tren harga komoditas pertanian terutama hortikultura. Jadi ketika harga naik, maka petani itu berlomba-lomba menanam komoditas yang harganya naik. Sedangkan ketika harga turun, petani akan berupaya untuk memilih tanaman lain,” kata Feryanto.

Baca juga: Peneliti IPB: Tanaman Herbal Ini Berkhasiat Redakan Asam Urat

Produksi cabai di akhir 2020 turun

Feryanto menjelaskan bahwa produksi pada akhir tahun 2020 mulai turun. Fenomena ini diperparah dengan mundurnya masa tanam cabai akibat curah hujan yang tinggi.

Bahkan, di beberapa daerah sentra produksi cabai seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, lahan pertanian cabai terendam banjir sehingga sebanyak 40 persen lahan gagal panen.

Dengan demikian, tren kenaikan hara cabai sudah terlihat sejak akhir tahun 2020.

Tak hanya itu, menurutnya, rantai pasokan (supply chain) untuk komoditas cabai turut menyumbang kenaikan harga cabai. Pasalnya, masih banyak hambatan-hambatan di daerah sentra produksi cabai seperti terbatasnya transportasi dan sistem penanganan pascapanen yang belum optimal.

“Penanganan pascapanen cabai saat ini belum bisa meminimalisir kehilangan hasil yang masih sangat tinggi. Dari sini kemudian penjual itu menaikkan harga cabai karena penyusutannya sangat tinggi,” imbuh dia.

Baca juga: Cara Ampuh Usir Tikus di Rumah ala Ahli Tikus IPB

Solusi kestabilan harga cabai

Melihat fenomena ini, Feryanto menyarankan supaya Kementerian Pertanian dapat berkolaborasi dengan petani di daerah sentra dalam menetapkan kalender tanam cabai.

Upaya ini dimaksudkan supaya petani tidak menanam secara serentak sehingga produksi cabai dapat stabil. Kalender tanam yang dimaksud dibuat sesuai dengan daerah sentra produksi cabai.

“Jangan sampai daerah-daerah sentra itu menanam serentak, kalau sampai menanam serentak, dapat dipastikan harganya akan jatuh,” tambahnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau