Oleh: Mahir Martin | Guru SMAN Banua Banjarmasin, Kalsel
KOMPAS.com - "Sulit Pak, selama daring saya tidak memahami kompetensi siswa," gumam seorang kawan yang sama-sama berprofesi guru kepada saya tempo hari.
Ini hanyalah gambaran singkat bagaimana perasaan seorang guru saat ini. Banyak guru yang merasa skeptis tentang pembelajaran daring. Banyak guru yang beranggapan pembelajaran daring memiliki risiko "learning loss" yang besar pada generasi.
Di sisi lain, selama pandemi berlangsung, banyak orang tua yang akhirnya tidak mendaftarkan anaknya untuk sekolah, terutama anak-anak yang ada pada masa usia dini.
Padahal pada usia dini, tumbuh kembang anak perlu sangat diperhatikan. Hal ini juga bisa menjadi pemicu awal terjadinya learning loss pada generasi.
Baca juga: PJJ Berkepanjangan, Pengamat Pendidikan UGM Khawatirkan Learning Loss
Risiko learning loss memang sudah diprediksi akan terjadi dari mulai awal terjadinya penutupan sekolah di seluruh dunia karena pandemi Covid-19.
Berdasarkan laporan tentang framework pembukaan kembali sekolah yang dikeluarkan bersama oleh UNESCO, UNICEF, World Bank, dan WFP pada bulan April 2020, dikatakan penutupan sekolah secara global sebagai tanggapan terhadap pandemi menghadirkan risiko merusak pendidikan, perlindungan, dan kesejahteraan anak-anak (UNESCO et al, 2020).
Selain itu, Michelle Kaffenberger, akademisi dari Blavatnik School of Government, University of Oxford, memprediksi anak-anak bisa kehilangan pembelajaran selama lebih dari satu tahun menyusul penutupan sekolah selama tiga bulan karena tertinggal pelajaran ketika sekolah kembali dibuka (Kaffenberger, 2020).
Pada studi yang lain diperkirakan bahwa antara 7 dan 9,7 juta anak akan putus sekolah sekolah karena dampak ekonomi dari pandemi (Wagner dan Warren, 2020).
Dari sisi sejarah, problematika learning loss ini sebenarnya sudah terbukti ada dari pengalaman yang terjadi di masa lalu.
Berdasarkan penelitian berbasis pada pandemi polio tahun 1916 telah ditemukan bahwa penutupan sekolah dapat memiliki dampak negatif jangka panjang pada hasil pendidikan anak-anak, seperti berkurangnya pencapaian sekolah dan keterampilan kognitif atas mereka, selama seumur hidupnya (Meyers dan Thomasson, 2017).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada itu, kita memahami bahwa learning loss adalah sebuah keniscayaan.
Siswa yang lebih rentan mengalami learning loss adalah siswa yang tidak memiliki akses yang maksimal untuk melakukan pembelajaran daring. Misalnya, siswa yang berada di pedesaan atau daerah pedalaman dimana akses internet sulit didapatkan.
Jika pun ada akses internet, keterbatasan infrastruktur tetap menjadi kendala bagi siswa mengikuti pembelajaran. Misalnya keterbatasan kuota internet, atau tidak adanya perangkat elektronik untuk mengakses internet.
Faktor orangtua juga memiliki dampak yang signifikan pada terjadinya learning loss.