KOMPAS.com – Guru Besar Ilmu Komunikasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. Edi Suryadi, M.Si mengatakan, rendahnya mutu pendidikan merupakan produk dari sistem yang kurang dalam mengembangkan dimensi psikologis individu secara optimal.
“Dimensi psikologis yang kurang mendapat perhatian adalah kreativitas. Padahal, dimensi ini sangat dibutuhkan untuk melahirkan inovasi yang mengendap dalam manifestasi budaya,” ujar Edi dalam keterangan pers resminya, dikutip Kompas.com, Rabu (9/6/2021).
Menurut dia, jika kemampuan berpikir kreatif dipandang sebagai hal yang penting, sistem pendidikan Indonesia seharusnya bisa disusun sedemikian rupa untuk mengembangkan kualitas berpikir para peserta didik.
“Itu penting agar proses perkembangan kognitif dan intelegensi bisa memperoleh peluang secara optimal,” sebutnya.
Baca juga: Guru Besar UPI Jelaskan Peran Kebijakan dan Olahraga dalam Pembangunan
Ia menjelaskan, aktualisasi kemampuan berpikir kreatif merupakan hasil dari proses interaksi dan interdependensi antara faktor-faktor psikologis dan lingkungan.
"Ada dua lingkungan yang penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir anak, yakni keluarga dan sekolah," tuturnya.
Namun, dua lingkungan tersebut tentu memiliki beberapa faktor yang memudahkan dan menghambat perkembangan berpikir anak. Salah satunya adalah faktor komunikasi.
“Pertanyaan yang muncul menjadi, model komunikasi seperti apa yang harus dikembangkan oleh orangtua dan guru di lingkungannya, agar masing-masing dapat memecahkan rendahnya mutu pendidikan?” kata dia.
Penting diketahui, survei dari Political and Economic Risk Consultant (PERC) menyatakan bahwa kualitas dan mutu pendidikan Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia, tepat berada di bawah Vietnam.
Baca juga: Kajian Linguistik Forensik Bantu Kawal Demokratisasi di Ruang Digital
Ada pula survei dari Programme for International Student Assessment (PISA) pada Desember 2018 di Paris, Perancis, mengungkapkan bahwa Indonesia menempati posisi ke-72 dari 77 negara dalam hal mutu pendidikan berkualitas.
Dalam survei tersebut, Indonesia bahkan jauh tertinggal dari beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Adapun laporan Education Index dari Human Development Reports (2017) turut menyatakan hal serupa. Dalam laporan ini, Indonesia menduduki posisi ketujuh dari 10 negara anggota ASEAN. Kualitas pendidikan Indonesia mendapatkan skor 0,622.
Skor tertinggi diraih Singapura, yakni sebesar 0,832, Malaysia (0,719), Brunei Darussalam (0,704), serta Thailand dan Filipina sebesar 0,661.
Baca juga: Guru Besar UPI: Perguruan Tinggi Harus Berani Ubah Pendidikan Kewirausahaan Jadi Digitalpreneur
Edi menjelaskan, dalam menilik fenomena ini, model yang dikembangkan berpijak pada tiga pijakan, yakni filosofis, teoretis, dan empiris.
“Pijakan filosofis mengacu pada Al Quran dan filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara. Setidaknya ada enam gaya bicara, yakni Qaulan Balighan, Qalan Maisuran, Qaulan Kariman, Qaulan Ma’rufan, Qaulan Layinan, dan Qaulan Sadidan,” teranganya.