Penulis: Dionisia Putri | Editor: Elex Media Komputindo
KOMPAS.com - Time heals everythings. Waktu menyembuhkan segalanya. Frasa ini cukup populer sejak beberapa waktu silam.
Frasa itu merujuk pada keyakinan bahwa luka batin bisa sembuh sendiri seiring dengan berjalannya waktu, termasuk hilangnya trauma yang kita alami dan kemampuan memaafkan orang yang menyakiti kita.
Padahal, itu semua keliru. Sebab, time heals nothing. Waktu tidak menyembuhkan apa pun, terlebih luka batin. Dalam buku Yang Belum Usai, Pijar Psikologi memilih frasa tersebut untuk menggambarkan konsepsi penyembuhan luka batin yang sesungguhnya.
Seperti luka fisik, luka batin pun perlu dirawat dan diobati untuk menyembuhkannya.
Baca juga: Penuh Inspirasi, 33 Kisah Wanita Superhebat di Masa Lalu
Proses menyembuhkan luka batin ini bukanlah pekerjaan pasif, yang mana kita tidak bisa diam dan “membiarkan waktu yang menyembuhkan”.
Ini adalah pekerjaan aktif yang memerlukan energi, waktu, biaya, dan komitmen untuk sembuh dari luka psikologis yang telah kita tumpuk entah sejak kapan.
Pada luka fisik, setiap luka membutuhkan penanganan dan perawatan yang berbeda. Jika intervensi penanganan yang diberikan tidak tepat, maka luka di tubuh bisa mengalami infeksi, pembengkakan, dan menjadi semakin parah.
Begitu juga dengan luka batin, kita perlu tahu luka apa yang kita miliki dan memahami langkah apa yang tepat untuk menyembuhkannya. Ini dilakukan agar luka itu tidak menjadi semakin parah dan membusuk di dalam diri kita.
Untuk membantu mengenali luka batin pada diri kita, dalam ilmu psikologi ada beberapa istilah yang dekat dengan pemahaman luka batin, yaitu trauma, primal wound (luka primer), dan unfinished business (sesuatu yang belum usai).
Setiap istilah tersebut punya sudut pandang yang berbeda dalam memandang luka batin. Istilah-istilah itu akan membantu kita saat memberi nama atau label pada luka yang kita miliki.
Pada masa pandemi ini, tak dimungkiri bahwa terdapat banyak tekanan mental dari eksternal maupun internal diri kita. Terlebih, banyaknya aktivitas yang harus dikerjakan di rumah membuat kita kerap overthinking disertai munculnya bayang-bayang luka batin.
Buku ini hadir untuk membantumu menyadari bahwa permasalahan-permasalahan hidup yang sering terjadi, terulang, dan tak pernah selesai, bisa jadi bukan karena lingkungan kita, bukan karena tempat kerja kita, bukan karena keluarga, sekolah, orangtua, guru, teman, sahabat, maupun pasangan kita, melainkan karena diri kita yang masih terluka.
Buku ini juga hadir untuk mengingatkan bahwa kita semua memiliki luka, dan setiap orang memiliki kapasitas ketangguhan mental yang berbeda.
Melalui buku ini, Pijar Psikologi berharap bisa merangkul orang-orang yang tidak pernah punya kesempatan untuk mengolah pengalaman masa lalu yang masih mengganjal.