KOMPAS.com - Badai sitokin bisa menjadi salah satu alasan pasien Covid-19 mengalami kondisi yang serius.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Adityo Susilo menjelaskan bahwa badai sitokin adalah kondisi ketika tubuh melepaskan zat-zat tertentu dalam jumlah yang sangat besar untuk menghadapi serangan eksternal, berupa bakteri atau virus.
Respon berlebihan oleh tubuh ini dapat menyebabkan suatu peradangan yang kemudian berpotensi merusak fungsi organ-organ internal seseorang.
"Bila penderita Covid-19 mengalami badai sitokin, itu artinya mereka sedang mengalami fase inflamasi yang berat, sehingga perlu kita waspadai,” ujar Adityo, seperti dirangkum dari laman UI, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Beasiswa S1 Oxford-Cambridge 2022, Kuliah Gratis dan Tunjangan Hidup
Ia mengatakan, bahwa tidak semua penderita COVID-19 akan mengalami badai sitokin. Pada umumnya, pasien yang mengalami badai sitokin akan mengalami demam, sakit, dan tentunya penurunan saturasi oksigen.
"Pada masa periode badai sitokin ini, saturasi oksigen akan menurun hingga di bawah 90 persen. Artinya, bila pasien tidak mengalami demam hebat dan pernafasan masih baik, maka pasien tersebut belum dikategorikan badai sitokin," imbuhnya.
Saturasi oksigen, jelas Adityo, adalah parameter dasar apakah seseorang sedang mengalami badai sitokin atau tidak.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peradangan yang hebat dan tidak terkontrol adalah salah satu pemicu yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih besar ketika badai sitokin sedang berlangsung pada pasien.
Kerusakan jaringan inilah yang nantinya akan menyebabkan demam dan penurunan fungsi paru-paru.
Baca juga: 5 Negara Paling Santai di Dunia, Indonesia Peringkat Pertama
Sehingga, terang dia, pemantauan menggunakan oksimeter merupakan hal penting untuk melihat perkembangan saturasi oksigen pada pasien Covid-19.
"Dikatakan penting karena pada kondisi ini bisa saja pasien mengalami apa yang disebut dengan happy hypoxia," kata dia.
Happy hypoxia merupakan kondisi penurunan kadar oksigen di dalam tubuh yang tidak menimbulkan gejala. Pada kondisi ini, seseorang tidak mengalami sesak nafas bahkan biasa-biasa saja meskipun sedang mengalami penurunan oksigen.
Oleh karena itu, oksimeter ini patut menjadi acuan untuk mendeteksi adanya kondisi badai sitokin pada tubuh seseorang.
Adityo bercerita, selama menangani pasien Covid-19, badai sitokin pada seseorang dapat dilihat dari riwayat kesehatan setiap individu, baik dari faktor usia, kondisi obesitas, dan riwayat penyakit kronik yang dideritanya.
Ia mengatakan, pasien obesitas akan lebih berisiko mengalami badai sitokin karena akan mudah terkena inflamasi.
Baca juga: Beasiswa S1-S2 di Australia 2022, Senilai Rp 106 Juta Per Tahun