Diharapkan, tentu saja, keberadaan sosok seperti Ondos juga akan menambah jumlah tokoh-tokoh panutan untuk masa kini dan masa depan terutama yang menginginkan negeri ini tidak terpecah belah dan morat-marit karena gagal mengelola keberagaman atau kemajemukan di Indonesia.
Ketiga, buku memoar Ondos ini juga memberi pelajaran penting mengenai adanya banyak pilihan profesi pekerjaan bagi para aktivis mahasiswa setelah menyelesaikan kuliahnya. Ondos sendiri melaluinya dengan tekun dan bersedia belajar banyak dari siapa saja di lingkungan pekerjaannya. Ini semua menunjukkan bahwa pembelajaran jati dirinya sejak menjadi mahasiswa jurusan geologi di ITB maupun sejak terlibat dalam banyak kegiatan ilmiah dan kemahasiswaan lainnya menjadi bekal penting bagi masa depan Ondos.
Untuk itu, perjalanan hidup Ondos setelah meninggalkan ITB sangat menarik untuk diapresiasi mengingat ia berhasil melalui masa-masa transisi dari aktivis mahasiswa menjadi seorang profesional di bidangnya, khususnya ketika ia bergabung dengan Kompas Gramedia.
Namun demikian, yang paling menarik adalah pilihannya menjadi politisi di masa akhir hidupnya. Saya sendiri termasuk yang terkejut ketika mendengar Ondos menjadi anggota DPR untuk Dapil VI di Jawa Timur yang terkenal sangat sulit dimenangkan oleh para politisi dari banyak partai politik. Di sini Ondos berdampingan dengan Pramono Anung (juga mantan aktvisi mahasiswa ITB) yang sekarang menjadi Menteri Sekretaris Kabinet.
Pilihan Ondos menjadi politisi ini sangat menarik untuk didiskusikan karena seingat saya di zaman gerakan mahasiswa 1980-an ada semacam sikap antipati di kalangan aktivis mahasiswa terhadap partai politik dan politisi yang dianggap sebagai simbol keangkuhan politik pemerintahan Soeharto yang otoriter dan korup. Barangkali sikap itu ikut menyumbangkan kegagalan parlemen Indonesia untuk mendapatkan politisi-politisi yang idealis dan bersih.
Ternyata ini dijawab dalam buku memoar Ondos di mana kita bisa membaca dan belajar banyak tentang seluk-beluk dan suka-duka seorang politisi yang selalu dekat dan 'merawat' konstituen politiknya di Dapil VI. Tampaknya keterampilan dan keuletan Ondos untuk melakukannya tidak bisa terlepas dari kiprahnya sejak menjadi aktivis mahasiswa di ITB dan benang merah ini tidak bisa terlepas atau dihilangkan. Oleh karena itu, saya merasakan bahwa buku memoar Ondos ini juga bisa dijadikan semacam 'panduan' mempersiapkan mantan aktivis mahasiswa untuk menjadi politisi yang baik di Indonesia di masa ini dan di masa depan.
Selanjutnya, dalam bingkai yang besar, kita bisa mempertanyakan sumbangan apa yang bisa dipetik dari diterbitkannya buku memoar Ondos dalam hubungannya dengan potret demokratisasi di Indonesia yang belum tuntas ini?
Dalam perspektif kesejarahan dan struktural, sosok seperti Ondos ini muncul dan berpartisipasi secara politik dalam periode akhir 1980-an dan awal 1990-an di mana pemerintahan Soeharto menomorsatukan stabilitas politik untuk mengawal pertumbuhan ekonomi.
Dalam periode ini juga ada warisan ideologi 'perang dingin' (cold war) dan sentimen anti-komunisme masih kuat di Indonesia dan, oleh karena itu, gerakan mahasiswa selalu dilihat oleh pemerintah dari sudut pandang ketakutan akan bangkitnya gerakan komunisme atau PKI.
Langgam dan strategi politik ini selalu dipakai dan bahkan dihidupkan terus setiap tahun hingga kini, khususnya pada bulan September. Sebenarnya situasi politik dan ekonomi yang sama juga terjadi di Asia Timur (Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang) dan di Asia Tenggara (Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura) dan ini semua bergulir menjadi rezim-rezim anti-demokratis yang dibentuk dari aliansi atau koalisi antara kelompok militer, konglomerat domestic, dan modal asing (baik dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia Timur).
Namun demikian, dalam perjalanan waktu, koalisi bisa berubah dan beradaptasi dan ini terjadi di kawasan Asia terutama sejak krisis moneter tahun 1997/1998 di mana banyak pemerintahan otoriter-pembangunan (developmentalist-authoritarian) tumbang silih berganti, termasuk di Indonesia. Selanjutnya, proses demokratisasi muncul seperti layaknya komoditas yang laris manis dijual di kawasan Asia dan di Indonesia ini pun direspons dengan melakukan reformasi di semua sektor, termasuk ekonomi, politik, hukum, keamanan, dan pendidikan.
Konsekuensinya, orang seperti Ondos dan kita semua larut menjadi bagian dari proses demokratisasi di Indonesia dan di sinilah kita semua memilih peran apa yang bisa dilakukan di dalam proses ini.
Persoalannya adalah bahwa proses demokratisasi ini belum tuntas seperti yang dimimpikan atau diidealkan oleh Ondos atau orang-orang seperti Ondos di Indonesia. Bahkan, belakangan, banyak pihak (khususnya para pengamat politik di dalam dan di luar negeri) menilai bahwa proses demokratisasi di Indonesia ini dibajak dan dikuasai oleh aliansi antara partai politik, konglomerat, dan modal asing atau sering disebut sebagai kekuatan oligarki (Robison dan Hadiz, 2004; Ford dan Pepinsky, 2014).
Ini sangat ironis dan menyedihkan dan ini juga terjadi di kawasan Asia Tenggara di mana proses demokratisasi diiringi dengan bangkitnya populisme dan naiknya kebijakan-kebijakan otoriter, khususnya di sektor keamanan, media, dan hak-hak berorganisasi.
Di sinilah tantangan besar bagi para politisi sebagai aktor politik untuk memilih dan merawat konstituen di wilayahnya masing-masing dan saya berpendapat ini perlu dikembangkan dan diperkuat di masa ini dan masa depan. Penguatan basis-basis politik lokal di mana hubungan politisi dan konstituennya bisa dikelola dengan produktif dan saling menguntungkan secara rutin bisa dijadikan bagian dari gerakan masif dari basis-basis konstituen dalam rangka memperkuat proses demokratisasi di Indonesia. Sumbangan konkret dari apa yang dilakukan Ondos di Dapil VI Jawa Timur ini sudah selayaknya dijadikan materi utama untuk pendidikan politik bagi para calon politisi Indonesia dan semoga ini semua akan terwujud seperti pernah digagaskan oleh para aktivis gerakan mahasiswa 1980-an. Semoga!
Buku Keteguhan Hati Yang Terujipotret Gerakan Mahasiswa Indonesia dapat dibeli di https://www.gramedia.com/products/keteguhan-hati-yang-terujipotret-gerakan-mahasiswa-indonesia/
Dapatkan diskon 20 persen dengan mengisi link ini https://bit.ly/voucher_artikel/
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.