Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa, Yuk Menguak Sejarah Candi Kedulan dan Frustrasinya Raja

Kompas.com - 14/10/2021, 13:37 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Di Indonesia dulunya pernah ada kerajaan Hindu dan Buddha. Tentu, kini masih meninggalkan bekas. Salah satunya candi atau arca.

Dari peninggalan-peninggalan tersebut menjadi bukti bahwa pernah ada sebuah kerajaan di lokasi tersebut. Seperti yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Selain Candi Prambanan yang terkenal, banyak candi lain di daerah Yogyakarta. Seperti Candi Kedulan. Candi yang berada di Dusun Kedulan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman DIY ini berlatar belakang agama Hindu.

Baca juga: Siswa, Yuk Kenal Lebih Dekat Sejarah TNI

Bagi siswa sekolah yang sedang belajar sejarah, maka bisa mengenal lebih dekat sejarah ditemukannya Candi Kedulan ini.

Ditemukan pertama tahun 1993

Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Rabu (13/10/2021), Candi Kedulan pertama kali ditemukan oleh para penambang pasir pada 24 November 1993.

Setelah ditemukan, candi ini langsung dilakukan sejumlah pelestarian seperti penyelamatan, pengumpulan data, dan juga anastilosis (pemugaran lagi reruntuhan-reruntuhan).

Waktu itu, ada bukti-bukti tertulis peninggalan Candi Kedulan, yaitu Prasasti Sumundul, Prasasti Pananggaran, dan Prasasti Tlu Ron.

Prasasti Sumundul dan Prasasti Pananggaran ditemukan terlebih dahulu pada 2002 ketika studi kelayakan, sedangkan penemuan Prasasti Tlu Ron 13 tahun kemudian pada 2015.

Menurut laman resmi Balai Cagar Budaya DIY, prasasti-prasasti tersebut dikeluarkan pada masa pemerintahan raja yang berbeda.

Baca juga: Siswa, Ini Sejarah Palang Merah Indonesia

Prasasti Sumundul dan Pananggaran berasal dari masa yang sama yaitu 868 Masehi (era Mataram Kuno). Kedua prasasti ini dikeluarkan pada masa Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (855-884 Masehi).

Sementara prasasti Tlu Ron berasal dari tahun 900 Masehi, dikeluarkan pada masa Raja Balitung (898-910 M). Ada selisih 32 tahun antara terbitnya kedua prasasti tersebut.

Prasasti Sumundul dan juga Prasasti Pananggaran berisi tentang pembangunan bendungan di sekitar Candi Kedulan saat ini.

Bendungan-bendungan tersebut digunakan untuk mengairi lahan pertanian di sekitar bangunan suci. Hasil tani bakal dipakai sebagai persembahan kepada bangunan suci ini. Ini merupakan hal yang lumrah di masa itu.

Sedangkan Prasasti Tlu Ron kemudian melengkapi informasi-informasi yang tertuang di dalam kedua prasasti sebelumnya.

Di dalam prasasti ini, disebutkan asal-muasal pembangunan bendungan dan juga kegagalan-kegagalan yang terjadi saat masa pembangunan.

Penyebab raja frustasi

Ternyata, pembangunan bendungan ini pernah gagal hingga tiga kali karena berbagai faktor seperti bencana alam dan lain-lain.

Kegagalan pembangunan inilah yang membuat Raja Balitung merasa frustrasi dan memikirkan bagaimana agar pembangunan bendungan bisa berhasil.

Ia pun akhirnya menunjuk seorang makudur sebagai pemimpin pembangunan bendungan. Makudur adalah pemimpin upacara penetapan sima.

Baca juga: Manusia Purba di Indonesia, Siswa Yuk Belajar

Sima sendiri ialah tanah yang diberi batas dan sebagian hasilnya untuk menunjang keperluan suci keagamaan. Makudur bertugas sebagai pembaca mantra dan sumpah saat upacara sima.

Penunjukkan makudur ini sebagai pemimpin pembangunan sangat jarang ditemukan di era Mataram Kuno. Tidak ada yang tahu persis alasan mengapa makudur bisa dipilih oleh Raja Balitung.

Tetapi, tampaknya kebijakan ini diambil karena sang raja cukup frustrasi akibat pembangunan bendungan yang terus-menerus gagal.

Dari penemuan Candi Kedulan ini, kita bisa mengambil hikmah betapa berharganya peninggalan sejarah. Candi Kedulan menjadi sumbangan baru dalam kajian sejarah kebudayaan di Tanah Air.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com