KOMPAS.com - Sejak kecil tentu kita sudah dikenalkan dengan bahasa Indonesia. Sebab, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional di negara Indonesia.
Namun, bagi siswa sekolah apakah sudah paham asal-usul bahasa Indonesia? Karena itu, penting sekali siswa memahaminya. Berikut ini dijelaskan sejarah singkat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Informasi dirangkum dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Senin (8/11/2021).
Baca juga: Siswa SD, Ini Lho Pentingnya Menggosok Gigi
Bahasa Indonesia lahir pada 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar:
Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Selain itu, bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna.
Baca juga: Ini Bunyi dan Arti Lambang Sila Pancasila
Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli), tetapi juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Buddha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Sementara informasi dari seorang ahli sejarah China, I-Tsing, yang belajar agama Buddha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama:
Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Baca juga: Arti Lambang Pancasila, Siswa Wajib Paham
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak semakin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.