Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Pendidikan Presiden Gusdur dari Asia Hingga Eropa

Kompas.com - 03/12/2021, 17:27 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Siapa yang tak mengenal Abdurrahman Wahid atau akrab disapa dengan Gus Dur. Dia adalah Presiden Indonesia ke-4 periode 1999-2001.

Gus Dur menggantikan Preisden BJ Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR) lewat hasil pemilu 1999.

Baca juga: 3 Perguruan Tinggi Tempat Kuliah BJ Habibie Beserta Jejak Kariernya

Kepemimpinan Gus Dur digantikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.

Meski sudah tak ada di dunia, suami dari Sinta Nuriya ini merupakan sosok yang dikagumi oleh banyak kalangan khususnya kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Sebab, dia merupakan mantan Ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) NU dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Terlebih, Gus Dur merupakan orang yang konsen pada pendidikan. Bayangkan saja, dia mengenyam bangku pendidikan mulai dari negara di Asia hingga Eropa.

Nah pendidikan apa saja yang pernah diemban oleh Gus Dur semasa masih hidup di dunia ini. Berikut Kompas.com merangkumnya, Jumat (3/12/2021).

Tempat Gus Dur mengenyam pendidikan

Tempat pendidikan Gus Dur sangat menarik, karena banyak negara yang pernah ditempatinya saat menimba ilmu, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga bangku kuliah.

Baca juga: Pimpinan Perguruan Tinggi Harus Cetak Lulusan Jadi Pengusaha

1. Jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD)

Gus Dur yang lahir di Jombang pindah ke Jakarta di 1944, tempat ayahnya (K.H. Wahid Hasyim) terpilih menjadi Ketua pertama Partai Masyumi, sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia di 1945, Gus Dur kembali ke Jombang.

Pada 1949, Gus Dur pindah kembali ke Jakarta, karena saat itu ayahnya ditunjuk menjadi Menteri Agama (Menag).

Pada saat itu, Gus Dur belajar di Jakarta, yakni menimba ilmu di Sekolah Dasar (SD) KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Sejak kecil, Gus Dur juga diajarkan membaca buku non-muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya, agar bisa memperluas pengetahuannya.

2. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Setelah lulus dari bangku SD, pendidikan Gus Dur belanjut ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di tahun 1954.

Baca juga: Yuk Cermati Perbedaan 8 Jalur Masuk Perguruan Tinggi di Indonesia

Pada tahun itu, Gus Dur tidak naik kelas.

Saat mendengar kabar Gus Dur tidak naik kelas, Ibunya Hj. Sholehah mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP.

3. Menimbang ilmu pendidikan muslim di Pesantren Tegalrejo dan Pesantren Tambakberas

Setelah lulus dari SMP di 1957, Gus Dur pindah ke Magelang untuk memulai pendidikan muslim di Pesantren Tegalrejo.

Dia mengembangkan reputasi sebagai murid yang berbakat, karena menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya 4 tahun).

Pada tahun 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang.

Di pesantren ini, Gus Dur melanjutkan pendidikannya sendiri.

Dan dia juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah.

4. Kuliah di perguruan tinggi Asia hingga Eropa

Pada tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk belajar studi islam di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Di November 1963, dia langsung pergi ke Mesir. Meski dia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh pihak kampus, bahwa dia harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan Bahasa Arab.

Baca juga: Sepak Terjang Wikan Sakarinto, Orang Nomor 1 Ditjen Pendidikan Vokasi

Itu karena, dia tidak mampu memberikan bukti terkait kemampuan ilmu Bahasa Arab. Lalu, terpaksa dia mengambil kelas remedial tersebut.

Saat menikmati hidup di Mesir di 1964, dia suka menonton film Eropa dan Amerika. Dia juga suka menonton pertandingan sepak bola. Pada akhir tahun 1964, dia berhasil lulus kelas remedial Bahasa Arab.

Ketika dia memulai belajar Islam dan Bahasa Arab di 1965, dia mulai kecewa. Karena, dia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode yang digunakan kampus.

Di Mesir, Gus Dur bekerja di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat bekerja, peristiwa Gerakan 30 September terjadi.

Saat kejadian itu, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah itu diberikan ke Gus Dur yang ditugaskan menulis laporan tersebut.

Gus Dur gagal kuliah di Mesir, dia tidak setuju dengan metode pendidikan yang diajarkan serta pekerjaannya setelah G 30 September sangat mengganggu dirinya.

Di tahun 1966, pria yang mempunyai 4 anak ini harus mengulang belajar. Pendidikan kuliah Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad.

Setelah dapat beasiswa itu, Gus Dur baru pindah ke Irak dan menikmati tempat barunya.

Walaupun dia lalai pada awal belajar di Universitas Baghdad, tapi Gus Dur bisa belajar dengan cepat. Pada saat itu, Gus Dur juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan menulis majalah asosiasi tersebut.

Setelah lulus dari Universitas Baghdad di 1970, Gus Dur pergi lagi ke benua Eropa, yakni Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Dia ingin belajar di Universitas Leiden.

Menimba ilmu di Belanda, karena Gus Dur kecewa dengan pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui.

Baca juga: Puluhan Ribu Mahasiswa Perguruan Tinggi Sudah Ikut Kampus Merdeka

Dari belanda, Gus Dur terus menimba ilmu pendidikan ke Jerman dan Prancis, sebelum kembali ke Indonesia di 1971.

Saat sampai di Jakarta, Gus Dur ingin kembali menimba ilmu pendidikan di Universitas McGill, Kanada.

Tapi, saat itu dia menyibukkan diri dengan bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

Meski sibuk menjalankan kariernya, Gus Dur sempat bekerja di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas.

Setelah berselang 1 tahun, dia memperoleh kerja tambahan dengan menjadi guru kitab Al-Hikam.

Saat tahun 1977, Gus Duer bergabung ke Universitas Hasyim Asy'ari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam.

Pada saat itu, dia juga diamanatkan untuk mengajar syariat Islam dan misiologi. Karena kelebihannya, dia sempat tidak disenangi oleh beberapa kalangan di kampus.

Baca juga: 15 Perguruan Tinggi Berstatus PTN-BH, Berikut Daftarnya

Jadi itulah cerita menarik terkait jejak pendidikan Gus Dur semasa hidupnya. Harapannya, bisa menjadi contoh bagi para siswa dan mahasiswa yang saat ini sedang menimba ilmu pendidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com