KOMPAS.com - Perkembangan teknologi berubah sangat cepat. Bahkan anak-anak bisa mengakses teknologi hanya dengan ponsel pintar. Tentu semua ada plus dan minusnya.
Sisi negatif, anak-anak bisa mengakses konten yang tidak sesuai umurnya. Maka dapat menyebabkan tindak kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya sejak dini.
Guna mewujudukan generasi berkualitas dan terbebas dari kekerasan seksual dan stunting, remaja dan calon pengantin perlu dibekali pemahaman kesiapan menikah dan kehidupan berkeluarga.
Baca juga: IPB Jaga Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Mandangin Madura
Setidaknya pemahaman mengenali kesehatan reproduksi dan memahami pentingnya nutrisi untuk mencegah stunting.
Menurut Dr. Tin Herawati, dosen IPB University dari Fakultas Ekologi Manusia, jumlah penduduk Indonesia paling banyak saat ini merupakan Generasi Z.
"Satu dari empat penduduk Indonesia adalah remaja, sehingga perlu persiapan pernikahan dengan baik. Hal ini menjadi kunci agar terhindar dari pernikahan anak," ujarnya dikutip dari laman IPB, Jumat (10/12/2021).
Dikatakan, isu dan kasus pernikahan anak semakin meningkat di masa pandemi. Bahkan, banyak anak muda yang mengajukan pernikahan anak dan meminta keringanan prasyarat.
"Usia pernikahan anak didominasi oleh usia sekolah menengah pertama dan menengah atas," terangnya.
Dampak pernikahan anak, kata Dr. Tin, akan sangat mengkhawatirkan. Ia mengaku, pasangan pernikahan muda lebih rentan menjadi korban kekerasan dan melahirkan anak yang stunting.
Tidak hanya itu, emosi anak muda yang belum stabil dapat menyebabkan kekerasan baik fisik maupun verbal.
Dia menjelaskan, pernikahan anak disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya kehamilan di luar nikah. Sehingga remaja harus diberi pengetahuan untuk melindungi alat reproduksinya. Kejadian ini juga terkait dengan pola pengasuhan oleh orang tua yang bersifat terlalu permisif.
"Dibutuhkan kesiapan menikah agar mencegah kehidupan pasca menikah yang berkekurangan dan menyulitkan orang tua," tambah Dr. Tin.
Tentu, persiapan tersebut dapat dimulai dari kesiapan usia dan jangan sampai tergelincir ke dalam pergaulan bebas. Tidak hanya itu, kesiapan finansial juga harus didukung dengan sekolah setinggi-tingginya. Dengan kesiapan finansial maka kebutuhan gizi juga dapat terpenuhi.
Baca juga: Alumnus IPB Bagikan Cerita Saat Magang Hortikultura di Amerika dan Belanda
Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kesiapan usia menikah bagi perempuan adalah 21 tahun sedangkan laki-laki adalah 25 tahun.
Sementara itu, pernikahan anak memiliki kesiapan menikah yang rendah sebagai akibat tidak dibekali oleh kesiapan intelektual, finansial, kehidupan berkeluarga, dan mental.