Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Trilingual di Media Sosial, Begini Tanggapan Pakar Bahasa UNS

Kompas.com - 20/01/2022, 08:19 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Media sosial (medsos) selalu membawa tren tersendiri bagi masyarakat. Setelah marak penggunaan stiker Add Yours di Instagram, belakangan muncul fenomena penggunaan trilingual atau multilingual.

Fenomena ini cukup menggelitik karena netizen diajak membaca sebuah tulisan dengan menggunakan beberapa bahasa sekaligus.

Bahkan Instagram resmi @bipakemdikbud pun tidak ketinggalan tren tersebut. Admin akun Instagram membuat paragraf yang mencampur beberapa bahasa yakni bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Inggris, dan bahasa Korea.

Pakar bahasa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Muhammad Rohmadi menanggapi fenomena bahasa ini.

Baca juga: SPAN PTKIN 2022 Buka Februari, Cek Tahapan Pendaftaran dan Jadwalnya

Fenomena multibahasa ditilik dari linguistik fungsional 

Menurut Rohmadi, fenomena ini dapat ditilik dari linguistik fungsional yang berdimensi pada triadik yakni bentuk, fungsi, dan konteks. Konteks memegang peranan penting dalam penggunaan multilingual atau multibahasa pada kehidupan sehari-hari. Tuturan tersebut pun memiliki maksud tersirat khusus.

"Di situ pasti ada implikatur tersendiri. Implikaturnya apa yakni maksud tersiratya apa?," terang Rohmadi seperti dikutip dari laman UNS, Kamis (20/1/2022).

Rohmadi menjelaskan, pertama, ada yang menggunakan multibahasa sebagai pembeda dirinya dengan orang lain. Ada yang menggunakan multibahasa untuk menjaga reputasi bahwa dia menguasai banyak bahasa. Ada pula yang bertujuan menarik pembaca atau penonton dan juga bertujuan sebagai daya persuasif.

"Ini masing-masing terintegrasi dalam fungsi kebahasaan," jelas Rohmadi.

Baca juga: Anak Usaha BUMN Kimia Farma Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan D3

Indonesia memilili penutur tribahasa terbesar di dunia

Dia mengungkapkan, fenomena multibahasa di Indonesia bisa dikatakan lumrah karena berdasarkan survei yang dilakukan oleh laman SwiftKey, Indonesia merupakan negara yang memilili penutur tribahasa terbesar di dunia.

Indonesia unggul di atas Israel dan Spanyol yang berturut-turut menempati posisi kedua dan ketiga. Penggunaan multibahasa ini, lanjut Rohmadi, menandakan bahwa penuturnya memiliki banyak wawasan sehingga berusaha untuk mengolaborasikan, mengkreasikan, dan menginovasikan bahasa yang dikuasai.

Banyak faktor masyarakat Indonesia menjadi penutur tribahasa

Rohmadi menambahkan, banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia merupakan penutur tribahasa atau multibahasa. Faktor pertemuan budaya dan perkembangan teknologi disebut paling dominan mengakibatkan fenomena ini.

"Trilingual ini bisa terjadi akibat pertemuan budaya dari berbagai wilayah dan perkembangan teknologi. Dengan perkembangan teknologi itu, kita sekali ketuk bisa masuk ke semua lini. Kita tidak bisa bahasa apa pun tinggal buka google bisa tahu artinya," ungkap dosen Sosiopragmatik di S2 Pendidikan Bahasa Indonesia UNS ini.

Rohmadi menilai, dengan menguasai beberapa bahasa, penutur sering kali mencampur bahasa yang mereka kuasai saat berbicara atau pun menulis.

Baca juga: Psikolog UGM Ungkap Efek Stigma Buruk bagi Pengidap Gangguan Kesehatan Mental

 

Meski dikhawatirkan dapat merusak bahasa, Rohmadi menerangkan, hal itu harus dikembalikan lagi ke konteks pemakainya.

"Merusak dan tidak itu bergantung konteks pemakainya. Kalau pemakai melihat konteksnya, pemakai tidak akan menggunakan itu kalau konteksnya formal. Sering kali mereka menggunakan multilingual di konteks nonformal," beber Rohmadi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkini Lainnya

Ramai Tagar KaburAjaDulu, Cek 10 Beasiswa S1-S3 Gratis ke Luar Negeri Tak Wajib Pulang ke Indonesia

Ramai Tagar KaburAjaDulu, Cek 10 Beasiswa S1-S3 Gratis ke Luar Negeri Tak Wajib Pulang ke Indonesia

Edu
Menteri Mu’ti: ASN Harus Kerja Lebih Cerdas dan Inovatif di Tengah Efisiensi Anggaran

Menteri Mu’ti: ASN Harus Kerja Lebih Cerdas dan Inovatif di Tengah Efisiensi Anggaran

Edu
Syarat Nilai Rapor untuk Daftar IPDN dan Jurusannya, Kuliah Gratis Bisa Jadi CPNS

Syarat Nilai Rapor untuk Daftar IPDN dan Jurusannya, Kuliah Gratis Bisa Jadi CPNS

Edu
Kemenag: 39.012 Siswa Daftar Madrasah Aliyah Unggulan Tahun 2025

Kemenag: 39.012 Siswa Daftar Madrasah Aliyah Unggulan Tahun 2025

Edu
Anak Usaha PT KAI Buka Lowongan Kerja Pramugara-Pramugari 2025, Lulusan SMA Bisa Daftar

Anak Usaha PT KAI Buka Lowongan Kerja Pramugara-Pramugari 2025, Lulusan SMA Bisa Daftar

Edu
Pendanaan Riset Kampus Swasta, Mendikti Brian Akan Dorong Industri Investasi Riset

Pendanaan Riset Kampus Swasta, Mendikti Brian Akan Dorong Industri Investasi Riset

Edu
Mendikti Brian Sebut Kampus Vokasi Juga Bekali Sains dan Teknologi

Mendikti Brian Sebut Kampus Vokasi Juga Bekali Sains dan Teknologi

Edu
Tes CBT Masuk MAN Unggulan Berlangsung 2 Hari, Catat Tanggal Pengumumannya

Tes CBT Masuk MAN Unggulan Berlangsung 2 Hari, Catat Tanggal Pengumumannya

Edu
Kemendikdasmen: Pembelajaran Saat Ramadhan 2025 Jangan Membebani Siswa

Kemendikdasmen: Pembelajaran Saat Ramadhan 2025 Jangan Membebani Siswa

Edu
Viral Kabur Aja Dulu, Dosen UGM: Itu Karena Negara Kurang 'Hadir' di Masyarakat

Viral Kabur Aja Dulu, Dosen UGM: Itu Karena Negara Kurang "Hadir" di Masyarakat

Edu
39 Ribu Lebih Siswa Ikuti Seleksi Masuk MAN Unggulan 2025

39 Ribu Lebih Siswa Ikuti Seleksi Masuk MAN Unggulan 2025

Edu
8 Makanan Manusia Boleh Dimakan Kucing, Dosen IPB: Ada Sayuran

8 Makanan Manusia Boleh Dimakan Kucing, Dosen IPB: Ada Sayuran

Edu
Cerita Vicky Jadi Guru PAUD di Jerman, Gaji Rp 60 Juta Per Bulan

Cerita Vicky Jadi Guru PAUD di Jerman, Gaji Rp 60 Juta Per Bulan

Edu
Beasiswa S2-S3 ke Irlandia, Kuliah Gratis dan Dapat Tunjangan Rp 170 Juta

Beasiswa S2-S3 ke Irlandia, Kuliah Gratis dan Dapat Tunjangan Rp 170 Juta

Edu
FSGI Kecam Pemecatan Vokalis Band Sukatani Novi Dipecat Sebagai Guru

FSGI Kecam Pemecatan Vokalis Band Sukatani Novi Dipecat Sebagai Guru

Edu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau