KOMPAS.com - Devita Amalia Anggraini, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang baru saja lulus dari program studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY membuktikan bahwa keterbatasan bukan halangan untuk meraih prestasi.
Gadis kelahiran Yogyakarta, 24 Desember 1997 tersebut mengalami kondisi ketunadaksaan karena kecelakaan pada usia tumbuh kembang yang menyebabkan adanya kesulitan dalam mobilitas untuk dapat berjalan dengan normal.
“Pada awal usia sekolah dasar saya masih dapat berjalan tanpa alat bantu namun seiring pertambahan usia terdapat perbedaan panjang antara kaki kanan dan kiri,” papar Devita dalam keterangan tertulis UNY yang diterima Kompas.com, Senin (28/2/2022).
Kondisi itu mengharuskan Devita menggunakan alat bantu kruk untuk menunjang mobilitas secara mandiri. Meski pada awalnya Devita mengalami kesulitan dalam menggunakan alat bantu, namun belasan tahun hidup dengan kondisi itu membuatnya dapat mengontrol penggunaan kruk dengan baik.
Baca juga: Cara Belajar Jan Meyer, Peraih IPK Tertinggi ITB 2021
Kini, dengan motor yang dimodifikasi dia dapat berjalan tanpa perlu memegang kruk dan dapat mengangkat atau memindahkan barang tanpa hambatan.
“Saya dapat mobilitas secara mandiri dengan adanya motor yang dimodifikasi sehingga dapat menunjang aktivitas saya,” ungkapnya.
Devita yang merupakan warga Terban Gondokusuman Yogyakarta itu menempuh semua jenjang pendidikan dari SD hingga SMK diranah pendidikan umum, dengan mempertimbangkan jarak tempuh dari rumah ke sekolah yang setidaknya dapat ditempuh secara mandiri.
Ia bercerita, selama bersekolah ia tidak mengalami masalah perundungan yang serius.
Baca juga: Sea Buka Beasiswa Penuh 2022 di UI, UGM, ITB, IPB, Binus, IT Del
“Permasalahan mungkin hanya disebabkan usia anak-anak yang suka menjahili saya atau mungkin pada masa tersebut disabilitas masih belum tersebarluaskan sehingga teman-teman saya pada waktu itu masih menilai kondisi disabilitas adalah sesuatu yang unik, aneh, tidak biasa dan lainnya,” kata Devita.
Para guru, lanjut Devita, merasa kalau dirinya tidak memerlukan penanganan khusus selain pelajaran yang memerlukan gerak seperti tari dan olahraga.
Pada kedua pembelajaran tersebut Devita biasanya hanya akan menunggu dipinggir lapangan atau hanya menjadi penonton selama pembelajaran berlangsung. Biasanya penilaian akan dilakukan dengan pembuatan kliping atau laporan.
“Namun, karena pembelajaran tersebut kadang hanya sekali seminggu dan terkadang terdapat guru yang tetap melibatkan saya dalam aktivitas gerak, sehingga saya tidak terlalu merasa terasingkan meski tidak mengikuti pembelajaran fisik,” ungkapnya.
Alumni SMKN 7 Yogyakarta program studi akuntansi tersebut diterima di UNY melalui jalur seleksi mandiri ujian tulis satu tahun setelah lulus SMK atau gap year.
Devita yang merupakan anak pertama pasangan Wartadi seorang buruh catering dan Wiwik seorang ibu rumah tangga tersebut diterima di prodi Pendidikan Luar Biasa FIP UNY.
Baca juga: Uang Saku Di Atas Rp 10 Juta Per Bulan, Daftar 10 Beasiswa S1-S2 Ini
Wiwik mengatakan bahwa dia mendukung keinginan anak pertamanya untuk kuliah dan tentang biaya akan dicarikan solusi bersama. Memang sudah menjadi rezeki Devita bahwa selama kuliah dia memperoleh bantuan pendidikan dari suatu Lembaga dikawasan tempat tinggalnya.