Proposal untuk inovasi ini dibuat saat mereka masih TPB, namun alatnya baru bisa dibuat saat tahun kedua perkuliahan yang di mana waktu tersebut banyak diisi oleh kegiatan orientasi atau ospek jurusan. Selain itu, mereka juga merasa saat itu wawasan yang mereka miliki masih dasar.
Ditambah lagi, masa pandemi membuat kegiatan ini tak bisa dilakukan di laboratorium yang akhirnya menghambat proses pengambilan data dan analisis.
Gardin mengatakan mereka berhasil berjuang dan berkoordinasi untuk mengatasi permasalahan ini di tengah kesibukan kuliah.
Hal penting yang harus dilakukan untuk melanjutkan penelitian ini adalah menyempatkan waktu untuk melakukan diskusi, menguatkan komitmen, mengatur skala prioritas, dan mengetahui sistem kerja di jurusan kuliah masing-masing untuk dapat mengatur waktu.
Baca juga: Inovasi Mahasiswa UB, Tabebuya Pink Obati Kanker Rongga Mulut
Selain itu, pembagian tugas yang efisien juga menjadi kunci sukses dari pengembangan alat ini. Pembagian tugas yang diterapkan di kelompok ini berdasarkan dari jurusan kuliah setiap anggotanya. Yudha bertugas untuk membuat planning dan mengatur urusan sumber daya.
Gardin bertugas untuk urusan administrasi dan pembuatan laporan. Sementara Alifia dari Teknik Biomedis bertugas untuk membuat desain arduino, desain grafis, dan presentasi.
Karena inovasi mereka dibutuhkan di masa depan, tentunya inovasi yang mereka ciptakan ini sangat diharapkan untuk bermanfaat bagi banyak orang di masa depan.
“Kami berharap alat ini akan ada di setiap fasilitas kesehatan Indonesia. Jadi orang yang memiliki masalah mental jadi lebih mudah untuk mengatasi dan menanggulanginya sehingga orang tersebut tidak perlu melalui berbagai hal rumit yang menghambat kesembuhannya,” tegas Gardin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.