Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mampu Deteksi Depresi Lewat Urine, Intip Inovasi Tim Mahasiswa ITB

Kompas.com - 22/04/2022, 14:21 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Ketika seseorang mengalami stres, maka tubuhnya akan bereaksi saat menghadapi ancaman, tekanan, atau situasi yang baru.

Ketika menghadapi stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Kondisi ini membuat detak jantung dan tekanan darah akan meningkat, pernapasan menjadi lebih cepat, serta otot menjadi tegang.

Biasanya, ada yang tidak sadar jika sedang mengalami stres. Padahal, membiarkan stres terus melanda bisa membuat efek serius pada mental dan fisik.

Baca juga: Belajar Matematika Bisa dengan Alat Musik Gamelan, Seperti Apa?

Karena itu, agar mudah mengetahui kadar stres, ada inovasi unik dari tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam kelompok Pekan Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta.

Mereka membuat alat deteksi dini sederhana gejala stres berdasarkan pemeriksaan urine yang diberi nama Depression Test”.

Kelompok ini diketuai oleh Maha Yudha Samawi (Biologi, 2019) dan beranggotakan Alifia Zahratul Ilmi (Teknik Biomedis, 2019) dan Gardin Muhammad Andika Saputra (Teknik Material, 2019).

Salah satu anggota, Gardin, menjelaskan jika orang yang mengalami stres pastinya akan mengalami perubahan konsentrasi pada beberapa zat dalam urine mereka.

“Jadi kami memanfaatkan fase ini. Karena senyawa-senyawanya mengalami perubahan karakter spesifik kalau sudah dikasih sinyal. Dari sana, kami bisa mendeteksi orang yang mengikuti percobaan ini sudah sampai tahap depresi atau belum,” jelas Gardin, dilansir dari laman ITB. 

Baca juga: Amankah Mengonsumsi Telur Mentah? Ini Kata Pakar IPB

Alat yang mereka rancang ini memiliki akurasi di angka 90 persen. Hasil alat ini dikalibrasi dengan tes BDI (Beck Depression Inventory) yang saat ini umum digunakan di kedokteran jiwa.

Sehingga terdapat 3 level penderita depresi, yakni rendah, sedang, dan berat.

Gardin mengatakan, inovasi ini muncul dari
pengembangan tugas yang dikerjakan saat ketua tim, Maha Yudha Samawi saat menjalani Tahap Persiapan Bersama di SITH ITB.

Proses pembuatan alat ini dimulai saat masa pandemi. Karena terdapat berbagai kendala yang menghadang pada masa pandemi, progres dari pembuatan alat ini tergolong lambat dan belum 100 persen selesai.

Gardin juga bercerita bahwa alat yang mereka ciptakan berkaitan dengan lomba, jadi banyak hal-hal tidak terduga yang terjadi.

“Tapi dari proses ini kita bisa belajar lebih jauh tentang ke depannya sampai rasanya habis presentasi itu kaya kami habis selesai sidang,” cerita Gardin.

Berbagai kendala juga dihadapi oleh kelompok ini dalam proses perancangan alat yang mereka lakukan. Kendala utama yang mereka hadapi adalah transisi waktu yang mereka alami.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau