KOMPAS.com - Nusa Tenggara Timur tidak hanya menyimpan kecantikan alam yang memikat hati namun juga mempunyai ragam kebudayaan yang tidak kalah menarik untuk ditelusuri.
Provinsi yang terkenal dengan Pulau Komodo ini memiliki budaya khas mulai dari tradisi kuliner, upacara adat, kesenian, sampai dengan kebahasaan.
Apa saja itu? Ini lima budaya khas dari NTT yang dilansir dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek.
Baca juga: Peneliti IPB Ungkap Misteri Kerbau Belang Toraja Seharga Ratusan Juta
Pengasapan adalah salah satu teknik yang telah dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mempertahankan kualitas daging sapi.
Se’i adalah salah satu hasil olahan daging sapi dengan cara pengasapan yang merupakan hasil olahan khas dari salah satu kabupaten di wilayah Nusa Tenggara Timur, yaitu kabupaten Rote Ndao.
Se’i berasal dari bahasa daerah Rote, artinya daging yang disayat dalam ukuran kecil memanjang, lalu diasapi dengan bara api sampai matang. Se’i adalah makanan khas suku Rote yang kemudian merambah selera masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).
Produk daging se’i memiliki keunikan dan spesifikasi. Baik aroma, warnanya yang merah, maupun tekstur yang empuk dan rasanya yang lezat.
Baca juga: Antropolog UGM Jelaskan Tradisi Mudik, Mulai Dikenal Era 70-an
Tidak banyak yang mengetahui apabila di kawasan Nusa Tenggara Timur, khususnya Kabupaten Ende, Pulau Flores memiliki aksara asli daerah tersebut yang disebut dengan Lota.
Adapun pengguna terbesar aksara Lota di masa lalu yaitu masyarakat etnis Ende yang beragama Islam. Aksara Lota merupakan turunan langsung dari aksara Bugis.
Sejarah mencatat, aksara Lota masuk ke Ende sekitar abad ke-16, semasa Pemerintahan Raja Goa XIV, I Mangngarangi Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin (1593-1639). Kata Lota berasal dari kata lontar.
Terdapat 8 aksara Lota Ende yang tidak ada dalam aksara Bugis, yaitu bha, dha, fa, gha, mba, nda, ngga dan rha. Sebaliknya ada 6 aksara Bugis yang tidak terdapat dalam aksara Lota Ende, yaitu ca, ngka, mpa, nra, nyca dan nya.
Baca juga: Kemendikbud Luncurkan Beasiswa Indonesia Maju, Kuliah Gratis S1-S2
Tari Bonet menjadi salah satu tarian yang selalu hadir dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat komunal yang berkaitan dengan adat istiadat dan tradisi Suku Dawan di Nusa Tenggara Timur.
Tari Bonet dikenal dengan cirinya yang khas yaitu bentuk formasin yang melingkar dan juga penggunaan puisi atau pantun dimana di dalam liriknya mengandung kekayaan khasanah sastra lisan Suku Dawan.
Tarian ini nyaris selalu ada di setiap kegiatan maupun peristiwa adat masyarakat Dawan, seperti upacara kelahiran, pernikahan, kematian, serta upacara pembangunan rumah, permohonan hujan, dan lain sebagainya.
Secara etimologis kata Bonet berasal dari rangkaian kata dalam bahasa Dawan yaitu Na Bonet yang artinya mengepung, mengurung, mengelilingi atau melingkari.
Baca juga: Beasiswa S2-S3 di Malaysia 2022, Tunjangan Rp 5 Juta Per Bulan