KOMPAS.com - Keragaman budaya di Indonesia banyak ditinggalkan atau diwariskan oleh kerajaan-kerajaan Islam.
Bahkan kini masih dilestarikan. Lantas apa saja kebudayaan yang diwariskan dari kerajaan Islam di Indonesia yang masih ada hingga saat ini?
Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Selasa (18/4/2023), ada 7 warisan budaya peninggalan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Berdasar sumber dari Kesultanan Yogyakarta, Sekaten merupakan sebuah tradisi yang telah ada sejak zaman Kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.
Ritual Sekaten diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Ada beberapa pendapat tentang asal usul kata Sekaten.
Baca juga: Simak Cerita Siswa SMK di Hannover Messe 2023 yang Banjir Pujian
Beberapa berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata sekati, yang merupakan nama seperangkat gamelan dari zaman Majapahit.
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa istilah Sekaten berasal dari bahasa Arab, syahadatain, yang merupakan kalimat untuk menyatakan seseorang telah memeluk agama Islam.
Kini, ada 4 keraton yang masih melaksanakan upacara Sekaten, yakni Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kesultanan Kasepuhan, dan Kanoman Cirebon.
Tangkulok merupakan hiasan kepala yang diperkirakan muncul pada masa Kesultanan Aceh. Tangkulok yang berbentuk seperti lidah dipakai oleh para penari Seudati.
Hiasan kepala tangkulok terinspirasi dari bentuk elegan ekor burung balam. Bentuk ekor burung balam yang demikian indah sangat cocok untuk pria agar terlihat lebih tangguh dan bijaksana. Tangkulok terbuat dari selembar kain yang dilipat tanpa sambungan.
Kehadiran tangkulok tanpa teknik gunting-sambung menunjukkan keistimewaan dari kain tersebut. Seperti pertunjukan Seudati yang memiliki filosofi untuk mempersatukan, tangkulok juga mengandung filosofi demikian.
Baca juga: 4 Teknik Lompat Jauh, Siswa Sudah Tahu?
Kulintang pring merupakan salah satu jenis musik tradisional yang berasal dari Lampung. Alat musik ini awalnya berkembang di wilayah Kerajaan Sekala Brak, Belalau, Lampung Barat.
Namun, saat ini alat musik tersebut dapat ditemukan di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Way Kanan, Lampung Tengah, dan Lampung Timur.
Adapun Kulintang pring terdiri dari tujuh bilah bambu yang disusun berdasarkan panjangnya, mulai dari yang terpanjang hingga yang terpendek.
Bunyi yang dihasilkan juga berbeda, dengan yang terpanjang menghasilkan nada paling rendah, sementara yang terpendek menghasilkan nada paling tinggi. Permainan dilakukan dengan cara dipukul seperti memainkan alat musik gamelan.