KOMPAS.com - Mata pelajaran (mapel) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dari sisi keilmuannya seharusnya mampu mengupas fakta-fakta sosial yang dekat dengan kehidupan anak. Namun yang terjadi justru sebaliknya, siswa hanya menghafal apa yang terdapat di dalam buku paket.
Siswa sering kurang menguasai materi pembelajaran karena metode belajarnya tidak memicu rasa ingin tahu dan tidak pula mendekatkan anak pada konteks permasalahan yang sedang dipelajari.
Keprihatinan ini mendorong Nanang Nuryanto, guru kelas V SDN 021 Marangkayu, Desa Santan Ulu, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur merancang pembelajaran inovatif mapel IPS lewat kolaborasi dengan mapel lain bahasa Indonesia dan matematika.
Nanang menyampaikan melalui kegiatan ini ia ingin melatih siswa menjadi 'peneliti cilik' dengan menemukan, menyelidiki, dan memetakan permasalahan sosial yang ada di sekitar mereka.
“Pembelajaran ini bisa membuat siswa mengenali desa mereka sendiri dan juga RT tempat tinggalnya. Karena masih banyak juga siswa yang tidak mengetahui RT atau alamat tempat tinggalnya,” kata Nanang.
Dalam kegiatan ini, siswa diajak belajar langsung ke kantor desa tempat tinggalnya. Siswa dibagi menjadi empat kelompok kecil, ditugaskan untuk menemukan informasi data batas wilayah desa.
Baca juga: Pembelajaran Kreatif Adiksimba dan Buku Besar Guru di Jambi
Siswa ditantang untuk dapat mengumpulkan data-data mulai dari penyebaran agama, penduduk, dan suku di desa, banyaknya rukun tetangga (RT), dan pekerjaan masyarakat di desa.
Sebelum ke kantor desa, di dalam kelas secara berkelompok siswa ditugaskan membuat pertanyaan yang akan diajukan. Pertanyaan yang dibuat berdasarkan ADIKSIMBA atau kepanjangan dari apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana.
Siswa membuat peta konsep pertanyaan dari setiap topik yang akan di tanyakan kepada staf kantor desa. Berapakah luas Desa Santan Ulu? Apa saja desa yang berbatasan dengan Desa Santan Ulu? Demikian pertanyaan yang dibuat salah satu kelompok untuk mengetahui wilayah desa.
Beberapa pertanyaan menarik juga dibuat oleh siswa. Di RT berapa yang penduduknya paling padat? Mengapa? Apa mayoritas pekerjaan penduduk Desa Santan Ulu? Bagaimana penyebaran agama di Desa Santan Ulu? Masih banyak lagi pertanyaan yang dibuat siswa.
Setelah pertanyaan selesai dibuat, setiap kelompok diberi kesempatan mempresentasikan hasil karyanya. Mereka bisa saling belajar dari pertanyaan yang dibuat kelompok lainnya.
Setelah siap dengan pertanyaan, siswa diajak ke kantor desa. Mereka berjalan sekitar 2 kilometer. Para siswa tampak bersemangat berlatih menjadi peneliti sosial. Mereka akan mencari data dengan mewawancarai staf desa dan mengamati data kependudukan yang ada di kantor desa.
“Mengumpulkan data, mengolah data, dan mempublikasikan data merupakan tiga inti sari dari pembelajaran IPS yang saya dapatkan dari pelatihan Modul II Program PINTAR Tanoto Foundation,” kata Nanang menceritakan ide yang didapatnya dari pelatihan untuk diterapkan dalam pembelajaran.
Saat tiba kantor desa, para siswa sudah disambut oleh tiga staf yang sudah dihubungi sebelumnya oleh guru. Para siswa langsung menyampaikan pertanyaan yang sudah dibuatnya.