Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Buku: Menolak Tamat Ketika Roda Penerbitan Terhalang Covid-19

Kompas.com - 17/05/2020, 12:36 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Christina M. Udiani dan Silviana Dharma | Penerbit KPG

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 memaksa hampir semua orang tinggal di rumah, termasuk kita di Indonesia, setidaknya dua minggu setelah pasien pertama ditemukan pada 2 Maret 2020.

Bila ngotot keluar rumah pun tidak banyak hiburan tersedia, mengingat museum, mall, dan kebanyakan tempat nongkrong mulai ditutup.

Dengan lebih banyak orang berada di rumah, bukankah ini peluang besar bagi industri kreatif, khususnya buku, untuk mengalami peningkatan dalam penjualan?

Ketika orang minim kesibukan, merasa bosan, dan sekarang jadi punya banyak waktu untuk membaca, bukankah permintaan terhadap buku harusnya jadi tinggi?

Ikut "rontok"

Faktanya, sama seperti industri ritel lain, SARS CoV-2 menyebabkan penerbitan “ikut rontok”, istilah editor senior Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Candra Gautama, yang disampaikan dalam perbincangan virtual di Instagram bersama Luthfi Hasan, perancang interior dan furniture @Jakartavintage, Rabu, 6 Mei 2020.

Baca juga: Re;nkarnasi Karya Terbaru Maman Suherman: Lebih Fiksi dari Fiksi

Mengutip data hasil survei IKAPI Maret 2020, Candra mengemukakan, sekira 87 persen penerbit yang mengikuti survei mengaku, pendapatan mereka menurun antara 50 persen hingga 80 persen.

Banyak faktor menjadi penyumbang penurunan itu. Beberapa di antaranya adalah berkurangnya pesanan dinas/pemerintah/instansi lain dan perlambatan produksi akibat kerja dari rumah.

Namun, bisa diduga di antara faktor tersebut, penyebab terpenting adalah tutupnya toko-toko buku.

Penjualan melalui toko-toko buku daring untuk beberapa penerbit yang telah memiliki infrastruktur atau lapak di marketplace sesungguhnya sudah meningkat dalam kisaran 200 300 persen.

Masalahnya, angka ini belum mampu menutupi penurunan dari penjualan melalui toko-toko buku fisik.

Menolak tamat

Menghadapi situasi ini, hampir sebagian penerbit tetap bertahan dalam suasana “survival mode”.

Beragam cara dilakukan. Penerbit Mizan, misalnya, di antara berbagai strategi yang dilakukan, satu di antaranya adalah memperkuat barisan promosi dan penjualan.

“Semua editor diminta memperkuat promosi. Kalau dalam istilah militernya, mereka di BKO-kan,” tutur Haidar Bagir, Presiden Direktur Penerbit Mizan, dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Penerbit Mizan, Sabtu 9 Mei 2020.

Selain Haidar Bagir, acara dimoderatori Maman Suherman ini juga menampilkan Laura Prinslo, Ketua Komite Buku Nasional, sebelum komite ini dibubarkan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau