Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolaborasi Ditjen Vokasi dan GSM Perkuat SMK Papua dan Papua Barat

Kompas.com - 23/03/2021, 13:22 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kemendikbud melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi), menjalin kolaborasi dengan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menggelar workshop penguatan kapabilitas kepala SMK Provinsi Papua dan Papua Barat melalui dan pengembangan kemitraan strategis dengan dunia kerja.

“Kita ingin membangun SDM yang ada di Papua dan Papua Barat, dengan membangun pola berpikirnya, inovasinya, dan keberanian untuk menciptakan terobosan-terobosan baru," tutur Direktur Jenderal Diksi, Wikan Sakarinto melalui rilis resmi Senin (22/03/2021).

Wikan melanjutkan, program ini juga bertujuan untuk meningkatkan akses keikutsertaan kepala SMK di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam program-program di Ditjen Diksi, serta mengembangkan visi dan mindset mereka layaknya seorang CEO.

“Agar nantinya proses link and match antara satuan pendidikan vokasi dengan dunia industri dapat berjalan sustain dan selaras,” ujar Wikan.

Wikan Sakarinto berharap kegiatan ini dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang positif guna menyiapkan lulusan SMK yang berkarakter dan sesuai kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.

"Wellbeing" siswa

Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal mengatakan gerakan tersebut sebagai mitra pendidikan membantu untuk mengubah pola pikir, paradigma pendidikan dan perilaku pelaku pendidikan agar orientasinya tidak hanya penguasaan konten tetapi pada soft skill dan kompetensi.

“Harapannya dengan perubahan paradigma ini, akan tumbuh anak-anak yang punya talenta terbaik sehingga link and match dengan dunia industri berdasarkan passion dari anak-anak itu,“ kata Rizal.

Secara tegas Rizal melihat melihat ada orientasi dan strategi yang salah dalam pengembangan profesionalisme guru, yaitu ketidaksinkronan antara materi pelatihan dengan sistem penilaian karir guru yang cenderung administratif.

Pandangan ini didapat berdasarkan banyak wawancara GSM dengan guru di lapangan yang menyatakan kurikulum dan pendampingan guru tersebut tidak cukup praktis dan operasional untuk diterjemahkan ke dalam proses pembelajaran dan aktivitas di dalam kelas.

"Ketidakefektifan itu tergambarkan pada kualitas guru yang cenderung memiliki pertanyaan dangkal karena 90 persen jawaban siswa hanya satu kata dan jarang melibatkan berpikir aras tinggi (higher order thinking) dan kurang penjelasan/alasan jawaban," ungkap Rizal.

Rizal menyampaikan, GSM memiliki arah dan strategi pelatihan dan pendampingan guru yang berbeda dengan yang telah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya.

"Materi pelatihan GSM lebih banyak memantik guru mengubah arah dan paradigma pendidikan dari penyeragaman ke personalisasi dan dari penguasaan konten pengetahuan ke wellbeing siswa untuk memiliki kualitas hidup yang seimbang," katanya.

Kualitas hidup siswa yang seimbang, menurut Rizal, tidak hanya sebatas menguasai teknologi, namun juga mencakup kemajuan ekonomi dan mampu memecahkan masalah sosial yang lebih kompleks di kemudian hari.

Komunitas guru

Tidak berhenti disitu, GSM juga mendorong para guru membentuk komunitas guru yang saling mendukung dan menguatkan satu sama lain dalam mencapai profesionalisme mengajar mereka.

Komunitas guru inilah yang akan menjadi perekat sekaligus wadah bagi guru untuk sadar dan mampu merevisi sistem pengajaran yang telah dilakukan selama ini agar memberikan hasil belajar siswa sekaligus menumbuhkan karakter pembelajar sepanjang hayat pada diri siswa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau