KOMPAS.com - Menurut data empiris dari Komisi Nasional Perempuan dan Anak (Komnas PA), terdapat 955 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah rumah tangga, personal, maupun ranah publik, termasuk di ranah pendidikan.
Untuk melindungi sivitas akademika dari kekerasan seksual, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah meresmikan Permendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
Dengan adanya payung hukum ini setiap tindakan kekerasan seksual sekecil apapun akan ada konsekuensinya.
Berdasarkan laporan Komnas PA, Dosen Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung Niken Savitri mengungkapkan, dari 51 kasus yang diadukan sepanjang tahun 2015 sampai 2020 dengan bentuk kekerasan tertinggi yaitu kekerasan seksual sebesar 45 kasus.
Baca juga: Cek 8 Jurusan Soshum Paling Favorit, Jadi Referensi Ikut SNMPTN 2022
Dalam hal ini, universitas menempati urutan pertama dengan persentase 27 persen. Dimana umumnya kekerasan seksual di universitas terjadi melalui relasi kuasa.
"Semua kekerasan seksual pasti menggunakan relasi kuasa," kata Niken seperti dikutip dari laman Unpar, Jumat (4/2/2022).
Niken mengungkapkan, ada beberapa cara untuk menciptakan rasa aman di lingkungan kampus. Salah satunya dengan cara membuat aturan, membentuk lembaga, menangani keluhan dan laporan serta melakukan pemulihan dan rehabilitasi.
Selain itu juga terdapat hal penting yang dapat dilakukan dalam menciptakan perasaan aman kepada segenap sivitas akademika, yaitu:
1. Adanya kesadaran bahwa perbuatan kekerasan atau pelecehan seksual adalah sesuatu yang salah, maka hindari menyalahkan korban.
2. Budayakan saling jaga dan membentuk komunitas terkait perlindungan terhadap korban, perkuat solidaritas dan kebersamaan.
3. Tingkatkan kesadaran menghargai orang lain. Baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
4. Perkuat Lembaga Bantuan Hukum atau pendamping di perguruan tinggi.
Baca juga: Prof Nizam: Isu Masuk PTN lewat Jalur Belakang Itu Bohong
Hal ini disampaikan Niken dalam seminar yang diadakan Fakultas Hukum Unpar. Turut hadir Dosen Universitas Suryakancana Cianjur Trini Handayani sebagai pembicara.
Trini menambahkan, pencegahan kekerasan seksual dapat dilakukan dengan cara pelatihan asertif.
Asertif adalah teknik konseling behavioral yang memberikan proses bantuan dalam situasi kelompok belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah interpersonal, emosional, dan mengambil keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Baca juga: Mengenal Sejarah Perahu Pinisi dari Suku Bugis, Siswa Yuk Belajar
Trini menyebutkan, terdapat lima tahapan dalam pelatihan asertif, yaitu:
"Tujuan dari latihan asertif ini, agar seseorang belajar bagaimana mengganti respon yang tidak sesuai dengan respons baru yang sesuai," urai Trini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.