Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cagar Budaya yang Terancam di Tepian Batanghari

Kompas.com - 20/03/2012, 19:45 WIB

Dermaga itu dibangun belasan tahun lalu pada masa pemerintahan Gubernur Jambi Abdurahman Sayoeti yang memimpin sejak 1989 hingga 1999. Selain dermaga, Sayoeti juga mendatangkan perahu roda lambung sebagai sarana pariwisata di Sungai Batanghari.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin, semua yang berhubungan dengan Sungai Batanghari "dibabat habis". Kapal-kapal bermuatan barang dan orang dilarang melintasi sungai itu. Dan sejak itu tamatlah riwayat perahu kenangan itu.

Sekarang, meski Tanggo Rajo sudah direnovasi menjadi kawasan wisata, tapi suasana dan keindahan sungai tidak terasa. Orang hanya dapat memandang kelam saja di depannya. Tak nampak daya tarik sungai, kampung seberang apalagi candi yang berada di Muarojambi.

Jalur yang paling nyaman dan murah ke candi hanya mengunakan jalur darat melalui Jembatan Batanghari II. Konsep wisata air yang pernah digagas oleh Dinas Pariwisata Provinsi Jambi sejak 2010 lalu guna mempermudah akses ke sana hanya sekedar wacana dan perencanaan belaka.

"Konsep wisata air secara konkret belum mendapat dukungan dari kementerian," kata Didi Wurjanto, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jambi, Didy Wurjanto beberapa waktu lalu.

Situs candi Muarojambi

Desa Muarojambi yang terletak di tepian Sungai Batanghari berjarak sekitar 300 meter dari candi. Konon, desa itu adalah Dusun Tuo Muarojambi. Di sekitar desa itu dulunya diduga berdiri pemukiman para biksu/biksuni antara abad 6 hingga 13 Masehi.

Mereka datang dari pelbagai penjuru dunia untuk belajar agama Budha. Sebagian ahli menyimpulkan, kompleks percandian itu dulunya adalah sebuah pusat pendidikan, atau kampus dari sebuah universitas.

Sekilas tidak nampak sisa-sisa bekas pemukiman masa lalu di tempat tersebut. Di tempat itu, selain bangunan candi yang terbuat dari bata, seluruh pemukiman biksu/siswa di sekitar kawasan candi konon dulunya hanya terbuat dari kayu.

Menurut Bambang Budi Utomo, peneliti arkeologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkelologi Nasional, pembangunan candi-candi itu telah diperhitungkan dengan matang, dan setiap bagiannya mempunyai fungsi simbolis. Kompleks candi dibangun sebagai pengejawantahan jagad raya secara makrokosmos.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com