Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cagar Budaya yang Terancam di Tepian Batanghari

Kompas.com - 20/03/2012, 19:45 WIB

Dalam hal ini, candi diibaratkan Gunung Meru (tempat bersemayam para dewa). Maka itu halaman tempat candi didirikan agak lebih tinggi dari permukaan tanah. Tanah penimbun diambil dari penggalian kanal-kanal (parit) yang terdapat di sekitar kompleks candi.

Sedangkan kanal-kanal tersebut merupakan simbol atau perwujudan samudra. Di sekeliling candi terdapat pagar yang menyimbolkan rangkaian pegunungan yang mengelilingi pusat jagad raya (Gunung Meru/candi).

Rangkaian pembangunan (struktur) kompleks candi yang tertata apik itulah yang membuat candi sebagai simbolisasi jagad raya dapat selamat dari hantaman banjir. Saat sungai meluap, airnya akan terserap dan masuk ke dalam kanal-kanal untuk seterusnya mengalir kembali ke sungai.

Jika kanal banjir dan meluap, candi akan tetap terlindungi oleh pagar yang mengelilinginya. Dan bila kanal atau pagar tak mampu juga meredam serangan air, candi masih akan terselamatkan, sebab kedudukannya lebih tinggi dari permukaan tanah.

Dalam Kebudayaan Zaman Klasik Indonesia di Batanghari, Bambang Budi Utomo juga menuliskan, pemukiman para biksu/biksuni dan siswa di Muaro Jambi pada dasarnya tidak sesuai dan menyalahi konsep ajaran Budha.

Dalam ajaran Budha diketahui pemukiman atau tempat tinggal para biksu harus berada di selatan bangunan suci (Gunung Meru). Sementara, pemukiman para siswa itu lebih banyak berada di utara Gunung Meru (bangunan suci) yang terwakili oleh candi-candi dalam kompleks tersebut.

Pola pemukiman para biksu di sana nampaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan keamanan sekitar. Seluruh pemukiman lebih condong ke arah tepi sungai Batanghari, yang pengambaran letaknya menjadi centang-perenang dan tidak selaras dengan konsep ajaran Budha.

Maka disebutkan bahwa kompleks candi bukanlah representasi tempat ibadah (pemujaan) atau vihara bagi umat Budha, melainkan hanya bangunan-bangunan tempat diajarkannya pelbagai filsafat hidup Sang Budha sehingga tidak memerlukan aturan ketat dalam pendirian pemukiman itu, laiknya mendirikan bangunan suci.

Namun pendapat itu belum final. Sebagian ahli lain justru mengatakan bahwa situs di Muara Jambi adalah kompleks vihara yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan pemujaan.

Ada lagi yang mengatakan, kompleks itu juga pernah menjadi tempat ziarah umat Budha. Para peziarah berdatangan untuk melakukan pujabhakti di suatu tempat yang dianggap suci. Kesimpulan itu diambil atas temuan arkeologis berupa peralatan makan dan memasak di luar tembok keliling bangunan candi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com