Lucky adalah satu dari ratusan mahasiswa S-2 peraih beasiswa StuNed atau Studeren in Nederland (Studi di Belanda) yang saat ini tengah menuntut ilmu di Negeri Kincir Angin itu. Sejak September 2014 lalu, mahasiswa Master in Development Studies di Institute of Social Studies (ISS) of Erasmus University Rotterdam (EUR), Den Haag, Belanda, itu berangkat ke Belanda untuk menuntut ilmu.
Lucky mengaku, awalnya ragu-ragu bisa membawa keluarganya. Ia lalu mencari informasi ke sana-kemari, termasuk langsung ke kampusnya.
"Sebelum berangkat, awalnya saya tanya dulu ke pihak kampus (ISS), apakah memungkinkan membawa anak. Ternyata, menurut mereka sangat memungkinkan. Akhirnya saya diskusikan dengan isteri, dai setujut," tutur Lucky kepada KOMPAS.com usai acara "StuNed Day 2015" di Kantor KBRI di Den Haag, Sabtu (7/3/2015).
Namun, jalannya tak semulus yang dikira. Lucky mengaku, persyaratan paling merepotkan adalah soal administrasi, terutama syarat mendapatkan visa MVV (Machtiging tot Voorlopig Verblijf) atau Izin Tinggal Sementara. Menurut dia, banyak student sulit membawa keluarga karena terkendala urusan MVV itu.
"Saya beruntung sekali, karena ternyata kampus ISS punya kerjasama dengan pengurusan MVV. Puji syukur, hanya dua minggu diurus, visa saya keluar untuk isteri dan tiga anak. Ternyata semua diurus sendiri oleh kampus," kata Lucky.
Selain visa, kendala lain adalah keuangan. Ia mengaku mengkalkulasi anggaran untuk isteri dan tiga anaknya selama 16 bulan masa studinya di Belanda. Ternyata, urusan keuangan ini pun tidak mudah.
"Saya minta surat dari bank di Indonesia sebagai bukti tanggungan isteri dan anak, lalu saya kirim ke kampus. Lagi-lagi kampus mau membantu untuk mengurusnya. Ternyata, menurut teman-teman lain, tak semua kampus mau mengurus hal-hal seperti ini. Saya beruntung," tuturnya.
Lucky mengakui, bukan mustahil mahasiswa yang sudah berkeluarga bisa membawa keluarganya untuk ikut studi di Belanda. Tahap pertama, cari informasi sebanyak-banyaknya untuk mewujudkan kemungkinan itu, termasuk ke pihak kampus.
"Saya apply dulu urusan akademik ke kampus, baru kemudian berpikir bawa keluarga. Bahkan, untuk urusan asuransi isteri dan anak-anak juga diurus oleh ISS. Mereka tutupi dulu semua biaya asuransi itu, baru kemudian dipotong per bulan dari beasiswa yang saya dapatkan di StuNed," kata Lucky.
Namun, dengan membawa keluarga, Lucky tak bisa menetap di dormitori atau asrama mahasiswa ISS. Ia harus mencari sendiri tempat tinggal untuk dia dan keluarganya. Urusan ini pun dia lakukan sebelum tiba di Belanda.
Lucky menuturkan, begitu tahu bisa membawa keluarga, ia lantas mencari apartemen sewa untuk keluarganya. Dari delapan apartemen yang direferensikan pihak kampus, ia mendapat dua yang cocok. Sayangnya, urusan "fulus"masih juga menghadang.
"Rata-rata, pemilik apartemen tidak mau begitu saja percaya kalau untuk kebutuhan mahasiswa. Jadi, saya diminta depositkan dulu sejumlah uang. Saya tidak mau. Jadi, satu-satunya jalan, dua minggu sebelum masa studi dimulai, saya berangkat ke Belanda dan mengurus apartemen ini. Bersyukur semuanya lancar," katanya.
"Sebagai saran, mereka tak mau percaya begitu saja surat yang kita bawa dari bank di Indonesia. Mereka minta jaminan adakah orang Belanda yang bisa menjamin saya selama di sini. Beruntung lagi, saya punya teman yang bisa mengatasi kendala itu," tambahnya.