Hasilnya terdapat perbedaan signifikan. Kelompok lelaki yang melewati jembatan tidak stabil dan “menakutkan” memberikan respon romantik lebih banyak terhadap gambar yang diperlihatkan.
Begitu pula, lebih banyak lelaki pada jembatan kedua kemudian menelepon. Apa kesimpulan para peneliti?
Kelompok laki-laki yang berdiri pada jembatan gantung mengalami respon emosi lebih kuat, yaitu rasa takut karena tidak terlalu yakin dengan keamanan jembatan yang terus bergoyang, rasa cemas karena berdiri cukup lama, ditambah dengan rasa tertarik bertemu wanita cantik.
Ketiganya bercampur menjadi satu. Setelah melewati jembatan, emosi mengerucut menjadi satu yaitu rasa tertarik. Namun dengan gejala fisiologis tiga kali lipat.
“Kesalahan” merespon gejala emosi inilah yang dinamakan “misattribution of arousal”. Rupanya sampai hari berikut gejala fisik masih ada, lalu menelepon.
Berbeda dengan kelompok lelaki pada jembatan pertama, respon emosi hanya satu yaitu rasa tertarik pada wanita cantik.
Meski belum ada penelitian lanjutan komperhensif, misalnya subyek penelitiannya diubah menjadi wanita, hasil penelitian ini kemudian banyak diaplikasikan secara populer.
Misalnya, untuk merawat perasaan cinta dengan pasangan lalu kita bisa mengajak pasangan nonton film horor. Emosi takut ketika nonton film horor, karena nontonnya bareng, kemungkinan besar bisa dipersepsikan sebagai perasaan romantik setelah selesai nonton.
Jadi aplikasi sederhananya adalah, kalau bisa, ungkapkan perasaan Anda beberapa saat setelah pasangan anda selesai wawancara kerja, presentasi bisnis, ujian CPNS, nonton film horor, atau sesudah dikejar anjing tetangga.
Kemungkinan besar Anda akan direspon positif, setidaknya menurut penelitian Pak Dutton dan Pak Aron. Manfaatkanlah dengan bijak, selamat mencoba!
Sumber :
http://www.pnas.org/content/early/2017/08/30/1702247114
http://psycnet.apa.org/record/1975-03016-001