Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Milenial Nusantara di Simpang Jalan...

Kompas.com - 17/08/2018, 22:51 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Di tengah peringatan HUT RI, muncul pertanyaan menggelitik: masihkah nasionalisme memiliki tempat di generasi milenial? Generasi yang lahir berdampingan dengan pesatnya revolusi teknologi, generasi yang kecanduan dengan kecepatan informasi, dan generasi yang berani memberontak terhadap tradisi.

Generasi milenial memang tidak lagi mempersoalkan teritori. Internet dan media sosial membantu generasi ini mempelajari budaya dunia, meruntuhkan batas negara, dan merombak cara orang-orang lama berpikir tentang konsep berbangsa.

Survei Alvara Research Center, Januari 2018, menyebutkan generasi milenial menganggap politik adalah milik generasi yang lebih tua, mereka acuh terhadap berbagai proses politik.

Masih dalam survei yang sama, generasi milenial lebih tertarik pada isu-isu terkait informasi dan teknologi, musik atau film dan olahraga. 

Mencari sudut pandang orang ke-3, Kompas.com menanyakan ihwal ini kepada para pendidik generasi milenial. Mereka adalah orang-orang yang dekat dan mengamati keseharian generasi ini. Benarkah generasi milenial tidak lagi berpikir tentang nasionalisme? Dan, apa tantangan generasi ini dalam kehidupan berbangsa ke depan?

1. Paul Ritter, Kepala Sekolah SMA Sekolah HighScope Indonesia

"Anak-anak milenial saat ini sedang berada di "persimpangan jalan". Derasnya arus informasi dan budaya global dapat membuat 'keindonesiaan' menjadi kabur atau bahkan hilang," kata Paul.

Membombardirnya budaya dan informasi global melalui musik, film, makanan dan tren tanpa sadar membuat identitas keindonesiaan menjadi tersapu.

Baca juga: HUT RI, Mendikbud: Setelah Infrastruktur Kini Saatnya Kuatkan SDM

"Namun di sisi lain, saya justru menemukan bahwa generasi milenial Indonesia malah sangat menyadari bahwa mereka adalah bagian dari bangsa ini, dan sangat bangga menjadi menjadi bangsa Indonesia," ujar Paul.

Tantangan ke depan generasi ini menurutnya adalah bagaimana membuat "Indonesia" bukan menjadi sesuatu yang hanya bisa ditemui di museum. Bagaimana menerjemahkan ideologi Pancasila dalam keseharian mereka.

"Bagaimana lewat komen-komen mereka di Facebook, like mereka di Instagram atau video-video yang mereka buat di Youtube, bisa menggambarkan jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia," ujar Paul.

2. Titik Sudarti, Kepala Sekolah SMPN 1 Surabaya

"Menurut saya generasi milenial kita masih punya rasa nasionalisme," kata Titik. Hanya, kadarnya masing-masing berbeda sesuai dengan bagaimana penanaman awal "rasa nasionalisme" itu dalam keluarga, tambahnya.

Titik melihat keluarga masih merupakan tempat pendidikan pertama dan utama untuk menanamkan nilai nasionalisme itu. "Kami di sekolah bertugas memperkuat dan mengembangkan rasa nasionalisme sehingga anak menjadi bangsa Indonesia berwawasan global, berprestasi di level internasional, namun tetap bangga dengan Indonesia," lanjutnya.

Tantangan ke depan bagi generasi milenial sangat luar biasa. "Salah satunya perkembangan teknologi informasi. Banyak pekerjaan padat karya yang hancur karena tenaga manusia dapat digantikan oleh mesin dan virtual office," kata Titik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com