Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bondhan Kresna W.
Psikolog

Psikolog dan penulis freelance, tertarik pada dunia psikologi pendidikan dan psikologi organisasi. Menjadi Associate Member Centre for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (2009-2011), konselor psikologi di Panti Sosial Tresna Wredha “Abiyoso” Yogyakarta (2010-2011).Sedang berusaha menyelesaikan kurikulum dan membangun taman anak yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di bondee.wijaya@gmail.com. Buku yang pernah diterbitkan bisa dilihat di goo.gl/bH3nx4 

Petak Umpet dan Perkembangan Kemandirian Anak

Kompas.com - 17/09/2018, 09:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketiga anak kemudian belajar bahwa interaksi sosial bisa terputus, ketika salah satu
orang yang disayangi hilang atau terpisah. Namun situasi itu hanya sementara, karena pada akhirnya yang dicari dan yang mencari bisa bertemu kembali.

Dalam permainan petak-umpet, situasi terpisah (separation) dan pertemuan (reunification) ini terjadi berulang-ulang mengajarkan anak bahwa suatu saat bisa berpisah dengan orang terdekatnya, namun hal ini tidak untuk selamanya. Karena pada saatnya akan bertemu kembali.

Hal positif dalam Ciluk-Ba...

Satu hal yang saya rasakan adalah ketika anak saya dengan cepat bisa beradaptasi ketika berangkat sekolah tidak harus diantar sampai ke depan kelas, atau mau ikut bus jemputan sekolah tanpa harus diancam ini-itu, meski awalnya merengek kalau diantar harus sampai depan kelas.

Pada bayi, sampai dengan usia 18 bulan, permainan petak-umpet ini dinamakan permainan
ciluk-ba. Menurut Prof. Vollmer permainan ini juga memiliki efek positif sama.

Otak bayi berbeda dengan otak anak-anak. Bayi memproses informasi secara temporer. Semua hal yang tidak dia lihat, dia dengar, atau dia rasakan akan dianggap tidak ada, hilang. Bayi menganggap sesuatu itu ada hanya ketika dia lihat.

Begitu pula dalam permainan ciluk-ba. Wajah Ibu yang tiba-tiba tertutup dipersepsikan bayi bahwa Ibu hilang, tidak ada lagi disitu (separation). Beberapa detik kemudian “Baaa..” wajah Ibu muncul kembali (reunification).

Ketika permainan ini sering dilakukan. Bayi akan terbiasa bahwa tidak setiap saat ayah atau bunya ada di depannya. Kalau tidak ada faktor lain yang mempengaruhi (misalnya lapar, buang air, atau merasa sakit), kemungkinan bayi menangis akan menurun ketika ditinggal (Ciluuk..) orangtuanya sebentar.

Sebaliknya bayi akan merasa aman, bahwa tidak lama lagi orangtuanya akan muncul lagi. Baaa…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com