KOMPAS.com - Sebagian besar kita pasti tahu, terutama orangtua muda yang anak atau keponakannya sudah mulai sekolah, susahnya meminta anak mandi sendiri atau menyiapkan baju sendiri.
Apalagi diminta melakukan tugas-tugas rumah membosankan seperti bantu cuci piring, menyapu kamar, minimal piring makan atau kamar sendiri.
Anak saya sendiri, 6 tahun lebih sedikit, suatu kali saya minta melipat mukenanya sehabis sholat. Alasannya macam-macam; sudah ngantuk, perut mules, baru menemani adik, atau sedang merapikan buku.
Intinya malas melipat mukena, lebih baik digulung sekenanya, lalu dilempar ke lemari. Hal ini membuat saya atau bundanya gregetan lalu harus pasang tampang galak supaya patuh.
Suatu kali saya sekeluarga sedang jalan-jalan di akhir minggu. Kami makan di sebuah restoran
cepat saji. Anak saya mendapat mainan. Sebuah ikat kepala Wonder Woman dari plastik. Dia senang sekali memakainya dan tidak berhenti meneriaki semua orang dalam mobil, “Aku pahlawan super!"
“Ayah, aku pahlawan super, lihat sini dong Yah!” Baju saya ditarik-tarik dari belakang. Mau tidak mau saya harus merespon, “Iya, iya ini ayah baru nyetir.” Nampaknya jawaban datar campur panik ini tidak membuatnya kecewa.
Malah sebaliknya. Waktu di supermarket saya diberondong pertanyaan, “Yah, pahlawan super itu baik ya, Yah?” Belum sempat saya jawab, sudah bertanya lagi “Yah pahlawan super itu harus membantu orang lain, Ayah mau aku bantu apa?”
Lalu dia jawab sendiri “Aku bantu dorong troli ya Yah, sini aku aja yang dorong!” Meski sewaktu troli mulai terasa berat lalu dia kembalikan lagi ke saya, tapi lumayan. Biasanya dia sama sekali tidak mau mendorong troli. Maunya masuk dalam troli dan minta didorong.
Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan kejadian tadi. Sampai kemudian saya membaca
sebuah laporan penelitian di jurnal Child Development edisi Desember 2016.
Penelitian ini unik karena ternyata perilaku heboh anak saya yang memakai ikat kepala Wonder Woman ini mirip dengan yang disebut dengan “Batman Effect”. "Efek Batman", si pahlawan super, si manusia kelelawar.
Penelitian ini dilakukan tim peneliti dipimpin Rachel E. White, Doktor psikologi dan psikolog anak University of Pennsylvania. Menurutnya, ada cara unik dan efektif membuat anak memiliki tanggung jawab dan kemauan mengerjakan hal-hal membantu orang lain.
Peneliti merekrut 140 anak dengan rentang usia 4 sampai 6 tahun. Kelompok anak ini dibagi tiga. Kelompok pertama diminta untuk memikirkan sebuah pertanyaan: “Apakah aku sudah berusaha keras?”
Kelompok kedua diminta untuk memposisikan menjadi orang ketiga dan memikirkan pertanyaan. Misalnya seorang anak di kelompok kedua itu bernama Budi. Maka pertanyaannya “Apakah Budi [ini namanya sendiri] sudah berusaha keras?”
Kelompok terakhir, kelompok tiga diminta berperan sebagai seorang tokoh idolanya. Misalnya Batman, Superman, Dora The Exlporer, Moana, atau Wonder Woman. Pertanyannya “Apakah Batman [atau pahlawan super lain] sudah berusaha keras?”
Lalu ketiga kelompok itu diberi tugas yang sama. Khusus untuk kelompok ketiga, mereka diberikan “properti” sesuai tokoh idolanya untuk dipakai, misalnya sayap untuk yang memilih Superman, dan topeng untuk yang memilih Batman.