Akan tetapi, jarak yang ditetapkan sebagai zona itu menjadi kewenangan masing-masing daerah untuk menentukan. Hal ini karena perbedaan kondisi geografis, ekonomi, dan sosial masing-masing daerah yang berlainan.
"Kan Pak Jokowi katanya mau memberikan otonomi daerah atau sekolah yang seluas-luasnya, tapi kenapa justru sentralistik (kewajiban kuota 90 persen)," ucap Darmaningtyas.
Baca juga: Dedi Mulyadi: PPDB Sistem Zonasi Harus Disertai Keadilan Negara
Darmaningtyas mendukung diberlakukannya sistem zonasi, tetapi ia menilai besaran persentase zonasi tersebut menjadi kewenangan sekolah, bukan pemerintah pusat, apalagi dengan besaran kuota 90 persen.
"Saya intinya setuju zonasi, tetapi tidak 90 persen, itu kebijakan yang menyesatkan. Mungkin 50:50, lah, sehingga bisa mengakomodasi dua belah pihak (siswa di sekitar sekolah dan siswa berprestasi)," ujar Darmaningtyas.
Menurut dia, persentase 90 persen ini tidak memberi kesempatan pada anak yang memiliki kepandaian tertentu, tetapi posisinya jauh dari sekolah negeri.
":Celaka lagi kalau itu adalah anak orang miskin. Anaknya sudah pintar, seharusnya bisa sekolah negeri, tetapi karena letak rumahnya berjauhan dengan sekolah dia enggak bisa diterima di sekolah negeri," tuturnya.
Baca juga: Antrean Daftar PPDB Membeludak akibat Perubahan Kuota Sistem Zonasi hingga Info Hoaks
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.