Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Bermasalah, Ini 7 Alasan Mendikbud Ngotot Jalankan PPDB Zonasi

Kompas.com - 26/06/2019, 11:06 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

"Justru dengan zona ini diharapkan kami dapat memetakan masalah pendidikan secara mikroskopik. Karena kalau pendekatannya nasional akan buram gambarnya," ujarnya.

Persoalan, seperti daya tampung siswa, ketimpangan sarana-prasarana, pemerataan kualitas guru, akan dapat terpetakan dan dapat dicarikan solusinya melalui sistem zonasi ini. 

5. Cukup sosialisasi

Terkait sosialisasi, Mendikbud menjelaskan permendikbud terkait PPDB sistem zonasi sudah diterbitkan sejak Desember 2018. 

"Enam bulan kami selalu berkoordinasi dengan dinas-dinas (pendidikan), termasuk membahas zona bayangan. Dari 1.600 skenario zona yang kami tawarkan menjadi 2.600-an berdasarkan masukan-masukan dari dinas pendidikan kota maupun kabupaten," ujarnya.

Meski demikian, Mendikbud mengakui manfaat zonasi memang tidak bisa serta-merta langsung bisa dirasakan. "Tergantung dari komitmen pemerintah daerah, kesadaran dan perubahan mental masyarakat, topangan pemerintah pusat," ujarnya.

6. Dianut banyak negara 

"Kalau contoh best practise-nya (zonasi) sudah tidak ada yang meragukan. Kita bisa lihat Jepang, Korea, dan Australia sudah menerapkan sistem zonasi. Sekarang Malaysia juga sudah menerapkan sistem zonasi," ujarnya.

Pada saat awal, menurut Muhadjir, negara-negara tersebut juga tidak langsung sempurna dalam menjalankan sistem zonasi. "Kalau sudah sempurna, ya tidak perlu zonasi," katanya.

Menurutnya, zonasi merupakan salah satu pilihan terbaik untuk pembangunan pendidikan. Diharapkan nanti tidak ada lagi pembedaan sekolah favorit atau sekolah buangan.

"Semua sekolah harus menjadi sekolah favorit. Jadi nanti juara-juara tidak berasal dari sekoah tertentu, tetapi juga sekolah lain," ujarnya.

7. Hindari praktik curang

Mendikbud juga menyampaikan, pelaksanaan sistem zonasi diharapkan akan menghapus praktik curang dalam penerimaan siswa, seperti jual beli bangku atau titipan anak pejabat.

"Saya belum ada lihat berita itu. Kami sudah menggandeng KPK, Siber Pungli, dan Ombudsman juga sudah turun lapangan mengawasi," katanya.

Mendikbud mengingatkan jangan sampai ada orangtua yang melakukan kecurangan dalam proses PPDB. "Kasihan nanti yang akan jadi korban si anak. Anak nanti seumur hidup akan di-bully teman-teman karena diterima sekolah dengan cara curang," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com