Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi: Jangan Jadikan "Pilihan Kedua"

Kompas.com - 18/07/2019, 15:10 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) menjadi tuan rumah "Seminar Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia" dengan mengangkat tema "Implementasi Pendidikan Sistem Ganda (Dual System)", Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Seminar hasil kerja sama Kedutaan Besar RI untuk Swiss, Kemenristekdikti dan KADIN digelar dalam rangka meningkatkan kepercayaan industri dan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi vokasi yang ada di politeknik dan universitas di Indonesia.

Selain Prasmul, ITSB (Institut Teknologi Sains Bandung) dan Polteknik Sinar Mas Berau bersama Apindo dan Eka Tjipta Foundation turut menjadi penyelenggara seminar ini.

Dalam sambutan pembuka, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan di Indonesia masih banyak membutuhkan SDM vokasi unggul yang memiliki kompetensi dan sertifikasi profesi.

Baca juga: Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Jokowi Angkat 4 Isu Besar

"Kalau kita lihat struktur dari sumber daya manusia kita dari para tenaga kerja kita, ternyata cukup mengkhawatirkan. Total tenaga kerja kita dari data Kementerian Tenaga Kerja, ada 130 juta orang, dimana 40 persen latar belakang pendidikannya sekolah dasar," jelas Ketua KADIN.

Roeslan melanjutkan, "18 persen berasal dari SMP. dan hanya 12 sampai 13 persen mempunyai latar belakang diploma atau universitas. Kalau dilihat struktur tenaga kerja kita seperti ini, bagaimana kita punya tenaga kerja yang produktif, yang beradaptasi secara cepat dan bisa mendorong competitiveness kita?" 

Masih jadi pilihan kedua

Dalam kesempatan sama, Muliaman Darmansyah Hadad (Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein)  yang menjadi inisiator sekaligus pihak yang mengajak perwakilan dari Swiss untuk mengisi diskusi pada acara ini, mengatakan masalah pendidikan vokasi yang kurang diminati industri dan masyarakat, dihadapi tidak hanya di Indonesia, tapi negara lainnya.

"Bukan cuma di negara kita, setelah saya check perkembangan di beberapa negara, ini juga menjadi second option, pendidikan vokasi ini. Ini kita harus ubah mindset ini," ujarnya.

Muliaman menyampaikan, "Saya kira industri juga kadang-kadang enggan untuk mempekerjakan lulusan-lulusannya (pendidikan vokasi), tidak tahu saya, tapi dugaan saya ini terkait link and match issues, apa yang dipelajari dan apa yang dibutuhkan kadang-kadang tidak pas." 

Hal senada disampaikan Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simanjuntak. "Kita masih perlu meningkatkan banyak kegiatan yang bekerja sebagai penyaring, untuk pendidikan dual system, pendidikan yang berjalan di kelas, sekaligus di tempat kerja dan dengan banyaknya peserta acara hari ini."

Ia berharap melalui seminar yang digelar akan mampu menghasilkan sejumlah arahan untuk mendukung sistem pendidikan vokasi di level nasional.

Sertifikasi mahasiswa dan dosen

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam paparannya menyampaikan pemerataan sertifikasi kompetensi menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas lulusan vokasi, baik bagi mahasiswa vokasi dan juga dosen.

"Sekarang dunia industri global tidak lagi bertanya kepada pelamar kamu punya ijazah apa melainkan kamu punya kompetensi apa? Untuk itu mahasiswa harus kita dorong punya sertifikat kompetensi selain ijazah kelulusan," ujar Menteri Nasir.

Menristekdikti juga menekankan pentingnya juga memberikan sertifikat kompetesi bagi dosen. "Mahasiswa kita dorong memiliki sertifikat kompetensi tapi ternyata dosennya tidak punya sertifikat kompetensi, maka perlu dilakukan yang namanya retooling," kata Menteri Nasir.

Menristekdikti menyampaikan pihaknya telah melakukan upaya secara besar-besaran pada 2018 untuk mengupgrade para dosen yang belum mendapatkan sertifikat kompetensi pada bidangnya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau