Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Fakta PPDB 2019 Tuai Pro-Kontra, Ini Kata Jokowi, Kang Emil, Khofifah, dan Orangtua

Kompas.com - 23/12/2019, 10:06 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

“Jarak tersebut, belum terlalu aman jika mengikuti sistem zonasi,” ujarnya kepada Kompas.com, Senin (17/6/2019).

Baca juga: Jalur Tidak Mampu PPDB 2020 Tidak Gunakan SKTM, Ini yang Digunakan

Menurut Atikah, informasi yang Atikah dapat mengenai jarak aman zonasi di Rangkasbitung itu sekitar 3 kilometer. Sementara itu, rumah Atikah di Kolelet, jarak sampai ke SMA negeri yang terdekat adalah 5 kilometer.

“Saya kecewa dengan adanya sistem zonasi ini. Padahal, anak saya punya prestasi mumpuni dan juga berasal dari SMP negeri favorit di Rangkasbitung,” ungkap Atikah.

8. Pengamat pendidikan: Evaluasi persentase dan sistem zonasi

Darmaningtyas selaku salah satu pakar pendidikan mengatakan bahwa sistem zonasi PPDB ini berpotensi melanggar undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Penerimaan murid baru menjadi kewenangan sekolah. Dengan kata lain, kebijakan zonasi itu melanggar UU Sisdiknas yang seharusnya (aturan itu) dilakukan Kemendikbud," kata Darmaningtyas kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (19/6/2019) siang.

“Pada dasarnya sistem zonasi bisa dilakukan, tetapi besaran persentase zonasi tetap menjadi kewenangan sekolah, bukan pemerintah pusat, apalagi dengan besaran kuota 90 persen,” ungkap Darmaningtyas.

Menurut Darmaningtyas, pada intinya dia setuju dengan adanya sistem zonasi, tetapi tidak 90 persen, itu kebijakan yang menyesatkan.

“Mungkin 50:50 lah, sehingga bisa mengakomodasi dua belah pihak (siswa di sekitar sekolah dan siswa berprestasi)," pungkasnya.

Sementara itu, pengamat pendidikan Ahmad Rizali mengatakan, ada empat hal yang harus diperbaiki sebelum sistem zonasi diberlakukan.

Baca juga: 3 Alasan Mendikbud Nadiem Pertahankan Sistem Zonasi di PPDB 2020

Keempat hal itu adalah sinkronisasi pusat dengan daerah, perlunya adanya lembaga bersama atau clearing house, hasil kajian zonasi, dan kesiapan sekolah.

Menurut Ahmad, banyak pihak yang masih belum memahami konsep zonasi. Hal ini menimbulkan protes dari mereka, selain karena adanya faktor kepentingan masing-masing.

“Esensi sistem zonasi belum dipahami banyak gubernur dan bupati atau wali kota. Tentu karena berbagai kepentingan, mereka memprotes sistem ini,” pungkasnya.

(Penulis: Hamzah Arfah, Reni Susanti, Erwin Hutapea, Yohanes Enggar Harususilo, Rachmawati, Luthfia Ayu Azanella I Dirangkum oleh: Fahjie Prasetyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com