KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengubah struktur organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Terdapat sejumlah perubahan besar. Ada unit baru yang ia bentuk, dan ada juga yang dihapus, ataupun dilebur. Hal itu tercantum dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbud yang ia teken akhir bulan lalu.
Salah satu perubahan tersebut adalah mengintegrasikan Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ke dalam Direktorat Jenderal yang menangani pendidikan dasar dan menengah. Sebelumnya, keduanya ditangani secara terpisah.
Sebagian orang sepakat dengan langkah Nadiem, namun sebagian menilai bahwa pembinaan PAUD harus terpisah dengan pendidikan dasar dan menengah. Lantas mana yang lebih tepat?
Selama tiga dekade terakhir, riset tentang PAUD berkembang pesat.
Sebelum tahun 1980 penelitian tentang anak usia dini kebanyakan dilakukan oleh para psikolog perkembangan anak dibanding pakar pendidikan. Kini, riset tentang PAUD dilakukan oleh multi-profesional dan multidisiplin (Aubrey 2001; Penn 2001).
Beragam riset tentang dampak PAUD pun meruap. Mulai dari pengaruh PAUD terhadap kesiapan anak memasuki jenjang SD, dampaknya terhadap kemampuan baca tulis dan berhitung, hingga dampaknya untuk pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Bahkan, peneliti di Amerika Serikat mengungkapkan PAUD dapat mengurangi tingkat kejahatan.
Schweinhart et.al (2005) menegaskan, anak yang tidak mengikuti program PAUD berkualitas, maka pada saat usia 40 tahun, ia berpotensi lebih besar melakukan tindak kriminalitas.
Namun, PAUD tidak dapat berdiri sendiri. Dampak positifnya dapat dirasakan anak apabila ia mendapatkan pendidikan dasar yang juga berkualitas.
Sebuah proyek penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa efek positif PAUD akan memudar bila anak mendapatkan layanan pendidikan dasar yang buruk.
Kesimpulan itu mereka dapatkan setelah melakukan proyek penelitian jangka panjang: The UK Effective Provision of Preschool Education Project 3-11 years.
Mereka meneliti 3.000 anak PAUD di Inggris, dan mengikuti perkembangan anak tersebut dari usia tiga tahun hingga mengancik usia 11 tahun (Sylva et al. ,2004 dan Siraj-Blatchford et al, 2006).
Hasilnya, anak yang mendapatkan layanan PAUD yang baik, namun masuk ke SD yang kurang berkualitas akan mengalami penurunan potensi kemampuan akademik maupun nonakademik. Singkat kata, percuma ikut PAUD kalau kemudian SD nya buruk.
Penelitian OECD tahun 2017 juga telah mengingatkan kita bahwa dampak positif PAUD dapat memudar bila pemerintah abai terhadap kesinambungan layanan tersebut.