Program Pintar
Praktik baik dan gagasan pendidikan

Kolom berbagi praktik baik dan gagasan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Kolom ini didukung oleh Tanoto Foundation dan dipersembahkan dari dan untuk para penggerak pendidikan, baik guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dosen, dan pemangku kepentingan lain, dalam dunia pendidikan untuk saling menginspirasi.

Lionel Messi dan Tantangan Gantikan UN 2021 dengan Kompetensi dan Karakter

Kompas.com - 20/01/2020, 20:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidak dapat dibayangkan mengembangkan karakter percaya diri tanpa wahana misalnya tugas yang sederhana dan anak pasti dapat mengerjakan.

Tantangan mengukur kompetensi

Dengan demikian antara kompetensi, karakter, dan konten tidak perlu dipertentangkan.

Yang perlu dicari bentuknya adalah wujud performa, yang mengandung ketiganya. Bagaimana wujud pembelajaran yang dapat mengembangkannya.

Misalnya bagaimana dirancang ketika siswa SMP mempelajari topik magnet di IPA, mengapa suatu benda mengandung magnet, mengapa yang tidak.

Bagaimana menggunakan magnet untuk keperluan sehari-hari, dan sebagainya.

Ketika belajar topik Perang Diponegoro, siswa didorong berpikir mengapa Diponegoro melawan Belanda, bagaimana seandainya Diponegoro justru menang dalam perang tersebut.

Jika pembelajaran IPA dan IPS tersebut dikerjakan dalam bentuk tugas kelompok, bagaimana karakter sabar, tenggang rasa dan juga kerja keras dapat ditumbuhkan.

Jika AKSI akan menggantikan UN, bagaimana soal-soal AKSI dapat mengukur kompetensi dalam wadah konten.

Misalnya dapat mengukur critical thinking, creativity, dan problem solving dalam konten persamaan kuadrat di Matematika SMP. Dapat mengukur kompetensi yang sama dalam topik Pemerintahan Daerah di PPKn, dan sebagainya.

Membangun "budaya sekolah"

Prof. Muchlas Samani, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya.DOK. TANOTO FOUNDATION Prof. Muchlas Samani, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya.

Lebih dari itu, perlu dirancang upaya bagaimana agar guru mampu melaksanakan konsep tersebut. Tidak hanya tahu teori, tetapi juga mampu mengimplementasikan di kelas.

Tidak hanya yang terkait dengan pembelajaran, tetapi juga bagaimana mengukur ketercapaikan target sehingga dapat melaksanakan remidial bagi yang belum mencapai dan pengayaan bagi yang melaju lebih dahulu.

Terkait dengan karakter, perlu dicatat bahwa pendidikan karakter yang paling efektif adalah melalui budaya sekolah (Samani dan Haryanto, 2011).

Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak dapat diserahkan kepada guru agama dan PPKn saja, tetapi semua guru adalah guru karakter.

Lebih dari itu, karakter tidak dapat diajarkan melalui ceramah tetapi harus ditularkan, sehingga semua guru harus menjadi contoh bagaimana berkarakter yang baik.

Penulis: Prof. Muchlas Samani
Guru Besar Universitas Negeri Surabaya, Anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah 2018-2022, Ketua Lembaga Akreditasi Mandiri Kependidikan, dan Penasihat Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau