KOMPAS.com - Dalam 100 hari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ia telah mengeluarkan sejumlah kebijakan salah satunya adalah Kampus Merdeka.
Nadiem menjelaskan Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Menurutnya, pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan.
"Hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang," ujar Nadiem dalam keterangan resmi.
Dalam kebijakan Kampus Merdeka, Nadiem memegang landasan hukum yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Kebijakan Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya
Sejumlah kebijakan dalam Kampus Merdeka yaitu otonomi universitas berakreditasi A dan Buntuk membuka program studi baru, re-akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat, dan bersifat sukarela bagi Perguruan Tinggi dan Prodi yang sudah siap naik peringkat akreditasi.
Ada lagi kebijakan lain yaitu kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (BH) dan hak mengambil mata kuliah di luar prodi dan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks).
Penulis Buku dan Pemerhati Pendidikan, Doni Koesoema A. mengatakan ada beberapa catatan kritis tentang kebijakan Kampus Merdeka. Menurutnya, kebijakan Nadiem belum terasa optimal.
Ia menilai belum ada perubahan fundamental di ruang kelas selain berbagai kebingungan yang malah muncul akibat kebijakan Merdeka belajar yang masih dianggap sulit dipahami maksudnya.
Sejauh ini kebijakan Kampus Merdeka ditentukan oleh kebijakan rektor atau kampus bila merujuk Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentnag Standar Nasional Perguruan Tinggi. Selain itu juga, kegiatan pembelajaran di luar program studi dilakukan melalui kerjasama antar perguruan tinggi (PT).
"Yang jadi masalah adalah ketika kualitas PT masih timpang, maka hanya PT dengan kualitas baik saja yang bisa saling berkolaborasi," ujar Doni saat dihubungi Kompas.com, Selasa, (28/1/2020).
Ia menilai PT dengan kualitas rendah akan semakin tertinggal dan kesulitan membangun jejaring untuk mengembangkan ilmu dalam aplikasi dunia nyata atau dunia kerja.
Menurutnya, sistem kurikulum dan standar isi materi perlu ditransformasi secara lebih detail. Hal itu perlu dilakukan, lanjutnya, agar konsep magang, praktik kerja dan lainnya dapat menjadi bagian integral program studi.
Doni menilai adanya Permendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Perguruan Tinggi menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan perguruan tinggi.
"Namun, Permendikbud ini belum bisa dieksekusi karena masih harus ditindaklanjuti oleh rektor. Jadi, Nadiem baru mengadakan perubahan di Dikti," tambahnya.
Ia menilai Nadiem belum mengeluarkan kebijakan yang menyentuh permasalahan substansi tentang guru atau dosen selain menyederhanakan kegiatan administrasi.