Ahmad Rizali
Pemerhati pendidikan

Pemerhati pendidikan, Kabid Pendidikan NU Circle, dan Presidium Gernas Tastaka

100 Hari Nadiem Makarim: Kebijakan Jangan Berhenti Jadi "Gimmick" Saja

Kompas.com - 30/01/2020, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Sejak dilantik menjadi Mendikbud, Nadiem Makarim tidak melepas "Program 100 Hari" dan hanya mengatakan selama waktu itu hanya ingin belajar tentang Kemendikbud yang Dikti-nya sudah pulang kandang.

Namun, tidak mungkin selama 3 bulan serapan Kemendikbud hanya ongkosi Mendikbud "sekolah". Pasti program yang sudah dirancang di tahun sebelumnya juga dieksekusi.

Saya mencatat 4 kebijakan Mendikbud yang memberi harapan:

Pertama, meneruskan kebijakan Mendikbud Anies melepas UN sebagai syarat kelulusan yaitu menghapus UN pada Tahun 2021 diganti dengan asesmen berbasis sekolah.

Kedua, mencanangkan kebijakan "Merdeka Belajar" yang prakteknya masih membingungkan dan terkesan masih berbentuk "gimmick". 

Ketiga, Kampus Merdeka yang menurut sejumlah kawan di Perguruan Tinggi "Kalian Merdeka, Tetapi Kami Atur" mengingat Permendikbud Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Tinggi masih tidak banyak berubah, bahkan aturannya lebih rinci.

Keempat, berjanji membuat Cetak Biru Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

RPJMN 2019-2024 dan Renstra Kemdikbud

Meskipun sudah melepas kebijakan dengan tagline Merdeka itu, Kemdikbud wajib menurunkan RPJMN yang merupakan rencana implementasi Visi/Misi Presiden.

Mendikbud memiliki waktu hingga akhir Maret 2020 untuk menyetor Rencana Strategis (Renstra) Kemdikbud 2019-2024 yang wajib merujuk ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024.

Persoalan terbesar adalah mensikronkan Indikator Pencapaian RPJM 2019/2024 tersebut dengan Program di jenjang Direktorat Jenderal Kemdikbud.

Untuk mencapai Target 2024 dari RPJM dalam Akses mungkin tidak akan sesulit mencapai Target Mutu dan Tata Kelola, karena RPJMN 2019-2024 sendiri meski memiliki tujuan memberi landasan menggapai cita cita di 5 (lima) tahun berikutnya, namun masih sangat terlihat cenderung ke Akses daripada Mutu dan Tata Kelola Pendidikan.

RPJM ini juga tidak fokus, kecuali terhadap pengembangan Pendidikan Vokasi.

Jika kita simak target Mutu RPJMN 2019/24 dengan Indikator Pencapaian hasil PISA, persentase murid yang memiliki kompetensi minimal PISA dan persentase murid yang memiliki kompetensi di atas minimal uji Asesemen Kompetensi Murid (AKM), kesemuanya dalam mata pelajaran Matematika, Sains dan Membaca (Literasi), maka semua targetnya adalah hanya mengembalikan ke hasil 2015 atau dengan persentase sangat kecil tahun 2024.

Target hasil PISA untuk Matematika memakai baseline tahun 2019 sebesar 379 dan di akhir 2024 "hanya" ditarget kembali ke 388, karena hasil tahun 2015 adalah sebesar 386.

Target Sains memakai baseline 396 dan ditarget selama 5 tahun menjadi 402 dari hasil 2015 sebesar 403, sedangkan membaca dari baseline 371 (kompetensi 18 tahun yang lalu) ditarget menjadi 396, dari hasil uji tahun 2015 sebesar 397.

Ketika target ukuran mutu pendidikan dasar Indonesia belum akan mencapai 400 pada Tahun 2024, negara pesaing Indonesia untuk menggapai Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar se dunia, China, India dan Rusia serta Amerika saat ini sudah mengantungi nilai PISA mendekat 500 atau rerata di dunia.

Urgensi reorientasi fokus ke jenjang SD/MI

Jika Mendikbud dan pimpinan Kemendikbud mencermati data guru SD/MI Indonesia hampir setengah jumlah guru yang 3 juta, murid SD/MI yang hampir 30 juta dan semua kondisi 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang buruk di jenjang SD/MI (kecuali APK dan lama bersekolah) maka mereka akan tergesa gesa mengurusi jenjang ini.

Mendikbud dan pimpinan Kemendikbud sudah selayaknya memberi perhatian khusus seperti perhatian kepada pendidikan kejuruan yang memiliki Inpres Revitalisasi SMK.

Meski mulai lelah, saya tetap menuntut Kemendikbud agar mengusulkan kepada Presiden untuk membuat "Inpres SD/MI" atau jika ingin agak lebar, "Inpres Mutu Pendidikan Dasar" (SD/SMP; MI/MTs) karena ketika Inpres ini terbit maka semua Kementrian terkait akan diperintah oleh Presiden mengawal pencapaian mutu pendidikan tersebut.

Pendidikan Tinggi khusus LPTK akan diperintah memperbaiki mutu layanan pendidikan guru SD dan MI dan riset terkait pendidikan SD/MI digalakan.

Standar Kompetensi Lulusan, Isi, Proses dan Penilaian Pendididikan Guru SD (PGSD) akan diperbaiki. Jelas ranah "Preservis" akan diikuti oleh "Inservis" dengan memerintah Gubernur mengkoordinir Bupati/Walikota mengurusi proses pemelajaran di SD/MI dengan seksama.

P4TK (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan) Mata Pelajaran akan memfokuskan diri ke Matpel jenjang SD/MI dan LPMP yang berada di semua provinsi akan "kembali" menjadi tempat pelatihan guru SD/MI di provinsi itu.

2 LPMP eselon dua diubah menjadi P4TK Khusus Guru Kelas dan menjadi andalan mendidik Instruktur Nasional.

Ketika semua upaya mengarah ke perbaikan fondasi di SD/MI yang tidak hanya Matematika, Sains dan Membaca, tetapi juga Matpel Kebudayaan dan Kesenian Indonesia serta Kebangsaan, maka lengkaplah jika ditambah dengan matpel masing masing Agama di jenjang SD/MI.

Masyarakat melalui upaya mandiri dan Perusahaan melalui CSR dan Yayasannya akan dapat dengan jelas berperan dalam sisi manapun, semua dipimpin oleh Kemendikbud sebagai dirijen.

Jika gegap gempita reorientasi fokus pendidikan ke jenjang SD/MI terlaksana dalam 5 (lima) tahun, maka di tahun ke 7 (tujuh) jenjang SMP/MTs akan memperoleh lulusan SD/MI yang jelas berbeda.

Sosok calon murid SMP/MTs yang faham jatidiri keIndonesiaannya, bernalar dasar yang baik dan benar serta siap dididik untuk menjadi murid yang akan hidup dalam pergaulan antar bangsa.

Kembali ke Mendikbud, sudahkan dalam 100 hari belajarnya menemukan hal yang mendasar dalam mengelola Pendidikan Indonesia ?

Jika sudah, apakah sudah memasukannya dalam Renstra Kemendikbud 2019-2024 ?

Jika tidak dan masih lebih suka "gimmicking" maka, saya pesimis cita cita meraih Bonus Demografi dan PDB terbesar ke-4 sedunia akan terwujud.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau