Semakin baik keadaan yang kita dapat, semakin parah pula keputusasaan yang menerpa dunia ini. Baru diputus oleh pacar, langsung berpikir untuk bunuh diri. Ditegur oleh atasan, langsung menyebutnya sebagai pelanggaran HAM. Berawal dari saling ejek, seorang anak SMP nekat melakukan penembakan seisi sekolah.
Apa yang terjadi pada diri kita saat ini? Apa yang menyebabkan kita mudah merana dan ambyar, padahal segalanya terus menerus mengarah pada kemajuan yang semakin baik?
Baca juga: Buku yang Dapat Mengurai Sistem Berpikir Kita
Dalam "Segala-galanya Ambyar", Manson menandaskan: Kematangan budaya kita telah merosot. Baik dalam dunia yang masih berkembang maupun yang sudah kaya, kita tidak hidup dalam sebuah krisis kesejahteraan atau material, tapi sebuah krisis karakter.
Bagaimana mungkin ini terjadi? Dunia memang semakin makmur dan sejahtera, namun rupanya tujuan kemajuan ini semakin lama melenceng, yaitu hanya untuk memanjakan manusia.
Awalnya, kita berinovasi untuk menemukan vaksin yang bisa membasmi penyakit-penyakit mengerikan, seperti polio atau campak.
Itu adalah hal yang bagus. Namun, kini inovasi ditunggangi oleh permainan ekonomi pasar, memunculkan alat-alat yang tidak esensial: ponsel dengan 5 kamera, media sosial dengan aneka fitur, belanja online dengan hanya sekali klik, krim pemutih kulit, dan segala acara gosip.
Sebagian besar kemajuan yang kita dapat bertujuan mengalihkan penderitaan. Akibatnya, banyak manusia kembali menjadi anak-anak.
Mereka menaruh harapan yang konyol: memakai ponsel terbaru supaya tampak keren, memaki orang di media sosial supaya terlihat penting, memamerkan saldo ATM supaya disanjung teman-temanya.
Mereka membesar-besarkan kesusahan yang remeh: internet yang lemot, AC yang kurang dingin, motor yang sudah butut, rapat yang keliru menyebut nama.
Jika tidak dipenuhi, mereka akan merengek, memaksa, membanting kursi, melakukan pemogokan, merusak fasilitas umum, atau parahnya, bunuh diri.
Tipe orang-orang seperti ini banyak kita temui di mana pun, mulai dari keluarga bahkan hingga dunia politik dan pemerintahan. Mereka meyakini bahwa dunia bergerak seturut keinginan dan harapan mereka.
Bukan berarti seluruh permasalahan itu tidak berbobot. Pasalnya, orang cenderung terlalu cepat merasa segala-galanya ambyar, dan orang terlalu ngotot untuk dipenuhi semua harapannya.
Akibatnya, ketika bencana yang besar dan bersifat global terjadi, kita tercerai berai dan terlalu sibuk dengan diri sendiri.
Apakah buku Segala-galanya Ambyar menjanjikan suatu tips atau kunci untuk menyelesaikan situasi-situasi ambyar ini. Tidak.
Manson dengan tenang menyangkalnya. Bahkan tidak ada seseorang, suatu institusi, atau buku apa pun yang bisa memberi formula ampuh sekali-jadi untuk menyelesaikannya. Jika ada yang menawarkan harapan tersebut, jangan pernah percaya.