Yang terpenting menurut Erza, ada kesepakatan antara guru, orangtua, dan siswa dalam kegiatan pendampingan belajar dan membaca di rumah. Hal itulah yang membuat orangtua mendukung dan meminimalkan adanya protes.
“Meski waktu kami terbatas karena harus bekerja, tapi demi anak, kami mendukung penuh program belajar dari rumah ini. Apalagi di awal kami juga sudah membuat kesepakatan dengan Bu Erza dalam mendampingi siswa belajar dan membaca di rumah,” kata Nurhasanah Harahap, salah satu orangtua siswa yang bekerja sebagai PNS di Kanwil Kemenkumham, Riau.
Agar siswa termotivasi dengan kegiatan membaca ini, setiap selesai membaca satu buku mereka ditugaskan membuat karya kreatif yang memuat isi buku yang sudah dibaca.
Bentuknya bisa berupa poster, cerpen, puisi, atau sinopsis yang ditulis dengan kata-kata siswa sendiri. Mereka menempelkan hasil karyanya di mading yang dipajang di kamar atau tempat belajarnya.
“Setelah dipajang, siswa juga wajib menyampaikan hasil karyanya tersebut kepada orangtua atau keluarganya di rumah. Setiap akhir minggu wali murid melaporkan hasil karya yang dibuat anaknya yang dipajang di mading melalui WA grup kelas,” jelas Erza yang juga fasilitator pembelajaran Tanoto Foundation.
Menurut Juwita, orangtua salah satu siswa, penugasan yang diberikan oleh guru tidak membuat anaknya jenuh atau bosan saat belajar dari rumah.
“Kegiatan belajar yang lebih banyak berpraktik, seperti membaca buku bacaan, justru membuat anak saya senang. Mereka bisa menyalurkan hobinya dalam membaca dan menulis. Apalagi pada situasi pandemi yang membuat anak sata harus berada di rumah,” kata Juwita.
Baca juga: Jaringan Pegiat Literasi Digital Lawan Hoaks Corona, Begini Caranya
Cara kreatif lainnya dilakukan oleh Nurfaidah, guru kelas V SDN 131/IV Kota Jambi. Untuk membantu siswanya memahami isi buku yang dibaca setiap hari di rumah.
Ia memberikan tips kepada orangtua dan siswa cara menyampaikan dan memahami isi buku cerita melalui WA group paguyuban kelas.
“Tipsnya sangat mudah, yaitu siswa menceritakan "Adik Simba" yang merupakan akronim dari Apa, Di mana, Kapan, Siapa, Mengapa, dan Bagaimana berdasar cerita dari buku yang dibaca,” kata Nurfaidah.
Nurfaidah juga memberi kebebasan kepada orangtua dan siswa dalam memilih judul buku yang disukai dan sesuai dengan perkembagannya.
Yang terpenting setelah selesai membaca buku, siswa bisa memahami dan menceritakan isinya. Berceritanya juga harus divideokan sebagai dokumentasi tugas yang akan dikumpulkan untuk penilaian di akhir semester.
Sejumlah siswa mengaku senang dengan ragam pilihan belajar terutama membaca buku bacaan. Antusiasme siswa tidak luntur walaupun membaca buku di rumah.
”Senang, karena tetap bisa membaca buku dan divideokan,” ungkap Alfathu Sabina Pradaka, siswa kelas V SDN 131/IV Kota Jambi yang menceritakan buku berjudul Mumun si Ketimun Bungkuk.
Selain Sabina, ada Nadia Safa, siswi kelas IV yang menceritakan cerita asal muasal negeri lumpur. ”Hobi baca saya tidak hilang, Ibu guru sangat kreatif,” ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.