Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Seribu Wajah Ayah": Ketika Jarak Rasa Lebih Berat daripada Jarak Fisik

Kompas.com - 29/05/2020, 16:13 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Indah Sipahutar | Penerbit Grasindo

KOMPAS.com - Bulan Ramadan dan hari Lebaran telah terlewati, tapi hari kemenangan di tahun ini memberikan perasaan berbeda dari perayaan tahun sebelumnya.

Jika dulu kita bisa dengan mudah pergi ke kampung halaman untuk bersilaturahmi pada sanak saudara, sekarang kita hanya bisa mendengar atau melihat mereka melalui smartphone karena pandemi Covid-19.

Sayangnya, meskipun sekarang kita sudah bisa dibantu teknologi untuk terus terjalin, banyak orang yang masih belum bisa memanfaatkan secara maksimal.

Sebab, jarak fisik memang bisa membuat orang lain merasa jauh, tapi jarak perasaan adalah cobaan paling menyedihkan yang bisa terjadi pada orang yang sedang merindu.

Baca juga: Melangkah, Menyusuri Eksotis Sumba dari Rumah Saja

 

Contohnya saja seperti kisah anak dan ayah dari buku “Seribu Wajah Ayah”.

Jarak perasaan: ketika kita merindu dalam diam

Novel “Seribu Wajah Ayah” bercerita tentang perasaan rindu mendalam dari ayah ke anaknya sekaligus dari anak ke ayahnya. Keduanya saling merindu, tapi tak saling mengungkapkan.

Awalnya ketika ibu meninggal saat melahirkan, ayah dan anak ini masih dapat hidup berdua dengan damai dan penuh kasih sayang.

Namun, waktu dan perasaan mengubah segalanya. Ketika sang anak dewasa, dunianya berkembang menjadi lebih luas sehingga ayahnya tak lagi jadi pusat dunianya.

Sang anak mulai sibuk dengan segala kesibukan dunia kuliah dan mulai melupakannya bahwa ada orang yang selalu menunggunya di rumah.

Di sisi lain, sang ayah merasa mataharinya mulai menjauh. Ia merasa kedinginan karena kehangatan sang anak tak lagi bisa ia gapai. Berdalih tak ingin membuat anaknya cemas, sang ayah diam saja meskipun ia bisa merasakan bahwa waktunya mendekat.

Padahal, sang anak sebenarnya bukan tak perduli dan merasa kangen. Ia hanya tak mengerti perasaan ayahnya karena semuanya tampak baik-baik saja. Baginya, perjuangannya di tanah rantau merupakan tanda cintanya bagi sang ayah.

Mereka berdua mungkin berkomunikasi tiap hari, tapi rindu mereka tak pernah tersampaikan.

Inilah jarak perasaan yang bisa mengubah dua orang yang saling menyayangi jadi orang asing.

Hingga akhirnya mimpi buruk setiap perantau terjadi pada sang anak. Sang ayah meninggal sendirian di rumah ketika sang anak jauh dari sisinya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau