KOMPAS.com - Di peringatan Hari Anak Nasional 2020, Kamis (23/7/2020), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan sejumlah catatan terkait Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19.
KPAI menilai, PJJ berjalan tidak efektif karena sarat masalah teknis, jaringan, hingga ketidakmampuan keluarga peserta didik membeli kuota internet.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti. Ia mengatakan, KPAI mendorong ada perbaikan dalam PJJ fase kedua agar anak-anak dapat menjalani PJJ dengan kondisi bahagia.
Baca juga: Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ada Apa?
Ia mengatakan, jika PJJ diperpanjang namun tanpa perbaikan dan dukungan internet dari negara, Retno mengatakan hal ini akan berpotensi meningkatkan stres pada anak yang berdampak pada masalah psikologi anak-anak.
"Karena 79,9 persen siswa menyatakan tidak senang belajar dari rumah karena 76,8 persen gurunya tidak melakukan interaksi selama PJJ kecuali memberikan tugas-tugas saja," papar Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (23/7/2020).
KPAI menyimpulkan, PJJ pada fase pertama berjalan tidak efektif maupun efisien, bias kelas sosial ekonomi, bias perkotaan dan pedesaan serta bias Jawa dan luar Jawa.
“Oleh karena itu, KPAI merekomendasi agar pemerintah menggratiskan internet untuk PJJ fase 2 selama 6 bulan ke depan,” sarannya.
Baca juga: Muhammadiyah-NU Mundur dari Organisasi Penggerak, Kemendikbud Beri Respons
Selama PJJ, KPAI menyebut menerima pengaduan yang menunjukkan guru dan sekolah tetap mengejar ketercapaian kurikulum sehingga membebani anak-anak selama belajar dari rumah.
"Seperti gara-gara PJJ, ada kasus anak yang sampai di rawat di Rumah Sakit karena beratnya penugasan PJJ, ada siswa tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti PJJ, bahkan ada siswa yang tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti ujian daring," terang Retno.
Yang paling parah, lanjut dia, adalah anak-anak berkebutuhan khusus nyaris tidak terlayani pendidikan.
Meski sudah ada Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa selama PJJ guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum, Retno mengatakan faktanya tidak demikian.
"Faktanya guru mengejar ketuntasan kurikulum dengan cara memberikan tugas terus menerus pada para siswanya selama PJJ. Siswa kelelahan dan tertekan merupakan bentuk kekerasan juga," paparnya.
Baca juga: Pendaftaran KIP Kuliah Jalur Mandiri PTS Dibuka, Ini Link dan Cara Daftar
Retno mencontohkan, salah satu SMKN di Jawa Timur tidak naik kelas karena siswa yang bersangkutan tidak menyerahkan tugas-tugas saat PJJ secara online. Tetapi, pihak orang tua bersikeras bahwa anaknya sudah menyerahkan tugas meskipun waktunya mendekati deadline.
"Ada faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal, dan hambatan teknis lainnya. Mestinya sekolah bersikap bijak dan tidak bertindak semaunya. Hal ini sangat penting dan perlu sangat diperhatikan, mengingat PJJ secara daring masih dilaksanakan di semester ini," kata dia.
Sehingga, kata dia, kasus-kasus anak tidak naik kelas dikarenakan kesulitan PJJ daring masih sangat mungkin terjadi.