Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GSM: 3 Prinsip yang Terabaikan dalam Dunia Pendidikan Kita

Kompas.com - 16/09/2020, 15:42 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Bahkan di Indonesia, pelajaran itu tidak masuk dalam mata pelajaran yang diujikan secara nasional (UN), atau mulai tahun 2021 ini, pada asesmen karakter dan kecakapan dasar.

"Seharusnya anak-anak dididik melalui kurikulum yang yang membiarkan mereka mengembangkan berbagai talenta, kecakapan dan keminatan (passion) yang ada, bukan hanya sejumlah kecil dari kecakapan itu," tegas Rizal.

Apalagi, riset menunjukkan seni juga dapat meningkatkan nilai matematika (berpikir logis) dan kreativitas yang terkait dengan pemecahan persoalan sains (IPA).

"Seni sangat penting karena bisa merangsang pertumbuhan tubuh dan pikiran anak-anak yang tidak bisa dilakukan oleh mata pelajaran lainnya," ungkapnya.

Prinsip 2: rasa ingin tahu

Prinsip kedua adalah mendorong kehidupan manusia berkembang adalah rasa ingin tahu

"Bila anda dapat memicu rasa ingin tahu seorang anak, seringkali mereka akan belajar tanpa bantuan lebih lanjut, karena anak-anak secara naluriah adalah pembelajar mandiri," jelas Rizal.

Baca juga: 90 Persen Warga Tak Nikmati Pendidikan Tinggi, Wapres Minta Mahasiswa Baru Tak Sia-siakan Kesempatan

Rasa ingin tahu (curiosity) menurutnya adalah mesin menuju sebuah pencapaian atau “engine of achievement”.

"Alasan saya mengatakan ini adalah karena “rasa ingin tahu” akan menggerakkan segala daya upaya anak-anak untuk mengeksplorasi, berani bertanya akan sesuatu yang tidak diketahuinya, berinisiatif bahkan berpotensi menumbuhkan determinasi. Gigih untuk mencapai sesuatu," terang Rizal.

Jadi, menurutnya, seorang guru harus memfasilitasi atau menciptakan iklim atau suasana agar “rasa ingin tahu” anak-anak ini berkembang.

"Guru adalah penentu kesuksesan sekolah anak-anak. Itu artinya mengajar adalah sebuah profesi kreatif. Mengajar, bila dipahami dengan benar, bukan sekedar proses meneruskan informasi (transfer pengetahuan), tapi juga proses membimbing, menstimulasi, memantik diskusi (provokasi)," ujar Rizal mengingatkan.

Ia kembali menegaskan, "melibatkan partisipasi murid-muridnya dalam belajar, inilah proses utama di sekolah atau pendidikan yang sesungguhnya."

Menurutnya, tujuan utama pendidikan adalah membuat orang belajar. "Jadi, kita harus menghabiskan banyak waktu membahas strategi dan proses pembelajaran ini, bukan yang lainnya," katanya.

Baca juga: PMPK Kemendikbud: Masih Ada Kesenjangan Pendidikan ABK dan Dunia Kerja

Tapi, kita masih sering menemui seorang guru sedang mengajar di kelas, sayangnya tidak ada muridnya yang paham dan merasakan belajar yang sesungguhnya. Dia mungkin sedang merasa mengajar tapi sebenarnya tidak benar-benar mengajar.

Rizal menyampaikan hal ini terjadi karena budaya yang dominan dalam pendidikan kita adalah terlalu fokus pada pengujian. Tujuan utama belajar seolah untuk mempersiapkan Ujian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com