Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaga Kesehatan Mental Siswa, Citra Kasih Terapkan "Positive Education"

Kompas.com - 22/10/2020, 19:58 WIB
Elisabeth Diandra Sandi,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

Kebiasaan yang muncul adalah untuk saling memberikan rekognisi, apresiasi, atau pengakuan terhadap suatu pencapaian dan menyemangati sesama.

Tindakan tersebut merupakan hal-hal kecil yang bisa guru lakukan untuk siswa.

“Kadang siswa merasa mencapai hal-hal kecil gitu kurang apresiasi. Kalau buat kita orang besar, itu yaudah, itu yang memang seharusnya kamu lakukan. Tapi kan kalau untuk usia anak, itu butuh direkognisi, disemangati, diapresiasi sama pencapaiannya walaupun sedikit,” ungkap Dyah lewat aplikasi Zoom.

Baca juga: 8 Webinar Gratis Kemendikbud untuk Asah Keterampilan Guru

Dalam pembelajaran ini, sebanyak 25 guru menjadi studi pilot sebagai murid yang sedang diajarkan oleh pengajar dari Finlandia.

Total pelajarannya pun ada 26 karakter, tetapi pembahasannya membutuhkan sekitar satu hingga dua bulan per tema.

“Jadi kita punya satu kartu setiap karakter itu ada satu kartu yang membawa kita melatih atau itu praktik-praktik yang memang kita bisa lakukan di rumah,” tutur Dyah.

Adaptasi positive education

Setelah mempelajarinya, guru-guru mengadaptasikan ilmu tersebut dalam bentuk tantangan kepada siswa.

Dyah menambahkan, pengajar mencampurkan pembelajaran sekolah dengan berbagai karakter dari program PE dalam menerapkannya.

“Jadi karakter yang kita pelajari itu tidak berdiri sendiri, tetapi blending (dicampurkan) dengan pembelajaran. Apa sih praktik minggu ini? Umpamanya kamu membantu Mama kamu. Membantu Mama kamu merapikan tempat tidur atau membantu Papa cuci mobil,” jelasnya.

Kemudian setelah siswa melakukan hal tersebut, guru meminta anak untuk membagikan pengalamannya.

Akan tetapi, tantangan yang diberikan tidak perlu sesulit itu. Terkadang Dyah hanya meminta murid untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada orangtua.

“Kadang-kadang ada challenge (tantangan) gini, you just need to say ‘I love you, Mom’ (kamu hanya perlu bilang, 'Aku cinta kamu, Ibu'). Buat orang Indonesia kan tidak biasa. Itu kita mau mengajarkan siswa kalau ini bukan too much, ini bukan lebay, that’s the way to show your love to Mom and Dad (itu caranya menunjukan rasa cinta kepada Ibu dan Ayah). Itu hanya challenge kecil,” imbuh Dyah.

Baca juga: UGM: 3 Persoalan Besar Kesehatan Mental di Pandemi Covid-19

Dengan menerapkan positive education, Dyah mengatakan bahwa hal tersebut dapat membangun relasi emosional antara anak dan orangtua.

Pasalnya, relasi antara orangtua dan anak menjadi penting pada saat pembelajaran jarak jauh untuk memperlancar proses pendidikan anak.

“Jadi tagline-nya ‘Happy kids learn best’ (anak yang bahagia dapat belajar dengan kondisi terbaik). Jadi kalau kita feel happy (merasa bahagia), kita bisa belajar lebih mudah,” pungkas Dyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau