KOMPAS.com - Bukan tanpa alasan bila dunia memperingati Hari Nyamuk Sedunia setiap tanggal 20 Agustus yang dimulai sejak tahun 1897.
WHO dalam World Malaria Report 2019 memperkirakan ada 228 juta kasus malaria terjadi pada tahun 2018. Sedikit berbeda dengan kasus pada tahun 2017 dengan jumlah 210 di seluruh dunia.
Jumlah kematian akibat malaria sebanyak 405.000 di tahun 2018 dan 416.000 di tahun 2017. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak di sub-Sahara Afrika dan Asia.
Guru Besar IPB University dari Fakultas Kedokteran Hewan Prof Upik Kesumawati Hadi menjelaskan bahwa Hari Nyamuk Sedunia dimulai pada tahun 1897 oleh Dr Ronald Ross dari Liverpool School of Tropical Medicine.
Baca juga: Kuota Gratis Kemendikbud Bulan Oktober Cair, Aplikasi Belajar Kian Beragam
“Ia adalah dokter militer Inggris yang melakukan penelitian tentang penularan malaria yang banyak menimbulkan kematian pada manusia. Ketika bertugas di Secunderabad di India, Ross berhadapan dengan banyak pasien malaria. Ia melakukan pembedahan nyamuk untuk mendeteksi dan mengidentifikasi penyebab malaria,” terangnya, seperti dilansir dari laman IPB.
Pada 20 Agustus 1897, jelas Prof Upik, Ross menemukan ookista plasmodium falciparum pada bagian dinding lambung nyamuk Anopheles.
Dari penelitian ini Ross mendeklarasikan bahwa hanya nyamuk genus Anopheles yang menularkan parasit malaria. Tanggal tersebut kemudian dideklarasikan sebagai hari Nyamuk Sedunia.
Penelitian lebih lanjut dilakukan Ross dengan menggunakan inang unggas untuk memastikan seluruh siklus hidup malaria, termasuk keberadaannya di dalam kelenjar ludah nyamuk.
Baca juga: Soul Travellers, Cerita 39 Anak Muda Indonesia Menjelajah Dunia
Ross lalu menyimpulkan bahwa malaria ditularkan dari unggas yang terinfeksi ke unggas yang sehat melalui gigitan nyamuk.
Temuan ini menunjukkan cara yang sama tentang penularan penyakit tersebut ke manusia. Atas penemuannya, Ross mendapatkan Hadiah Nobel untuk Kedokteran pada tahun 1902.
Pandemi Covid-19, membuat Kementerian Kesehatan memundurkan peringati hari nyamuk sedunia di Indonesia yaitu pada 22 Oktober 2020.
Meski begitu, Prof Upik menyarankan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap sisi negatif keberadaan nyamuk di sekitar.
Selain malaria, ada berbagai jenis arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk. Seperti virus dengue, chikungunya, japanese encephalitis dan lain-lain, secara endemik ditemukan di Indonesia.
Baca juga: Dian Sastro: Investasi Pendidikan pada Perempuan adalah Investasi Masa Depan
“Selain mengisap darah dan menyebabkan gatal-gatal, nyamuk juga dapat menularkan berbagai macam penyakit baik pada manusia maupun pada hewan. Seperti malaria, demam berdarah dengue, radang otak, filariasis, dirofilariasis, chikungunya, dan zika. Semakin sering bersentuhan dengan nyamuk maka risiko tertular menjadi tinggi. Oleh karena itu kita harus tetap waspada untuk menjaga anak-anak, keluarga, dan komunitas agar aman dari gigitan nyamuk vektor,” ujar Pakar Nyamuk IPB University ini.
Upaya-upaya pengendalian nyamuk dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat, seperti kegiatan 3M yaitu Menguras, Menutup, Mengubur).
Termasuk Gerakan Satu Rumah Satu jumantik, membersihkan selokan dari genangan air, menghilangkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk, menggunakan repelan, kelambu dan anti nyamuk lainnya, tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.