KOMPAS.com - Belum mampu mengelola emosi dengan benar bisa menjadi salah satu alasan mengapa anak-anak usia dini hingga awal sekolah dasar kerap mengalami "mood" yang berubah-ubah. Semisal, bangun tidur ceria, namun saat mulai sekolah daring, anak menjadi tidak semangat bahkan rewel.
Melansir laman Sahabat Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ketidakstabilan mood anak adalah bagian dari luapan emosi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik eksternal ataupun internal.
Karena anak belum mampu mengontrol emosinya, maka di sini orangtua memiliki peranan penting dalam mendampingi anak dan mengarahkan pengaturan emosi anak.
Baca juga: Berapa Usia Ideal Anak Belajar Bahasa Inggris?
Berbicara merupakan salah satu bentuk pengawasan orangtua terhadap perkembangan anak dalam segi apapun, termasuk perkembangan emosinya.
Meluangkan waktu untuk sekadar mengobrol, merupakan kewajiban orangtua di tengah padatnya jadwal. Baik saat makan bersama, saat mau tidur, ataupun saat bangun tidur.
Menjauhkan gawai ataupun hal-hal lain yang dapat mengganggu atau mengalihkan obrolan juga perlu dilakukan agar percakapan lebih efektif. Sehingga akan terjadi pembicaraan dari hati ke hati, yang mendekatkan hubungan emosi anak dan orangtua.
Berikut lima cara menghadapi "mood" anak yang kerap berubah, melansir Kemendikbud:
Baca juga: Lowongan Program Karier BCA, Pelatihan dan Kesempatan Jadi Pegawai Tetap
Tidak perlu menunggu anak terlihat sedih untuk menanyakan emosi apa yang sekiranya sedang dirasakan anak. Orangtua bisa menanyakan aktivitas apa saja yang anak kerjakan sepanjang hari.
Minta anak menyimpulkan apa yang dia rasakan, apakah perbuatan yang dilakukan hari ini baik atau tidak, dan minta ia menilai emosi dari teman-teman mainnya.
Kenalkan anak pada rasa senang, bersalah, kecewa, atau sedih. Orangtua bisa menggunakan gambar atau raut wajah agar anak lebih mudah memahaminya.
Harapannya, anak lebih mengenal emosi positif seperti rasa antusias, senang, cinta, bangga, serta emosi negatif seperti cemas, marah, rasa bersalah, dan rasa sedih.
Baca juga: Intip Biaya Kuliah S1-S2 di 3 Negara: Australia, Selandia Baru, Inggris
Orangtua dapat mengatakan pada anak bahwa manusia bisa merasakan beragam emosi dan merasakan emosi negatif bukanlah hal yang tabu. Meski begitu, tekankan pada anak, bahwa yang terpenting ialah bagaimana mengelola emosi dengan baik.
Orangtua dapat menceritakan pengalamannya yang hampir sama di masa kecil. Ceritakan bagaimana bisa menghadapi bentuk emosinya agar anak dapat berkaca pada orangtua.
Dengan begitu, anak akan belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan-perasaan yang dialami.
Salah satu tugas orangtua adalah memancing anak untuk berimajinasi positif.
Baca juga: Beasiswa Belajar Data Science dari DQLab UMN, Terbuka untuk Umum
Pasalnya, anak adalah manusia terhebat dalam membentuk imajinasi, sehingga tanamkan harapan positif di benak anak.
Semisal, sebelum sekolah daring, tanamkan imajinasi positif tentang kesenangan, pelajaran hari ini dan asyiknya bertemu teman-teman secara virtual.
Orangtua sebagai objek adalah selalu ada dan siaga saat anak membutuhkannya. Orangtua akan selalu dicari saat anak sedang terpuruk, menjadi tempat mengadu dan mendapat kenyamanan serta perlindungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.