Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Trisno Ikhwanudin, S.Si., M.A.
Widyaiswara/Teacher Traine

Widyaiswara/Teacher Trainer | Mathematics & Special Education | PPPPTK TK dan PLB, Kemdikbud RI

Pembelajaran Matematika Berbasis Konteks, Menumbuhkan Kemampuan Numerasi

Kompas.com - 14/01/2021, 15:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mari kita perhatikan satu lagi contoh soal numerasi AKM. Soalnya adalah sebagai berikut: ada gambar representasi pecahan dalam bentuk tiga pita pecahan (persegi panjang), dengan masing-masing dibagi menjadi tujuh bagian.

Satu pita pecahan sudah diarsir penuh dengan warna jingga, satu pita pecahan lain baru diarsir satu bagian dengan warna jingga, dan pita pecahan terakhir belum diarsir, masih berwarna putih.

Kemudian ditanyakan: “Andi mendapatkan kue dua dan tiga per tujuh bagian. Berapa banyak bagian kotak putih yang harus Andi arsir agar sesuai bagiannya?” (Sumber: pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm).

Untuk memperoleh jawaban soal di atas, hanya mungkin dilakukan jika murid memahami representasi pecahan berbentuk persegi panjang (pita pecahan). Sehingga, murid diharapkan mampu memahami berbagai representasi atau gambar yang mewakili pecahan.

Kita sudah melihat dua contoh soal numerasi AKM. Pada contoh soal pertama, murid diharapkan untuk memahami konteks soal dan mengubahnya ke dalam bahasa matematika.

Sedangkan pada contoh soal kedua, murid diharapkan untuk memahami berbagai representasi atau gambar yang mewakili pecahan.

Lalu pertanyaannya, pembelajaran matematika seperti apa yang dapat menumbuhkan kemampuan numerasi murid kita?

Baca juga: 7 Alasan Mengapa Siswa Perlu Pahami Matematika Dasar

Pembelajaran berbasis konteks

Dengan tuntutan kemampuan numerasi seperti pada contoh soal AKM di atas, yang dibutuhkan adalah pembelajaran matematika berbasis konteks.

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pembelajaran matematika dengan Model Translasi Lesh.

Model Translasi Lesh bukan suatu model pembelajaran, tapi lebih tepatnya suatu pendekatan atau strategi pembelajaran, karena dalam pembelajaran dengan Model Translasi Lesh tidak ada sintaks yang baku.

Model Translasi Lesh menyatakan bahwa konsep matematika dapat direpresentasikan dengan lima cara, yakni konteks dunia nyata, model konkret (benda nyata yang dapat dimanipulasi), gambar, simbol verbal, dan simbol tulisan.

Kebutuhan untuk menjawab contoh soal pertama, yakni kemampuan memahami konteks soal cerita dan mengubahnya dalam bahasa atau operasi matematika, dapat dikembangkan dengan Model Translasi Lesh melalui translasi atau pergeseran pemahaman dari real world contexts (konteks dunia nyata) menuju bahasa matematika (simbol verbal dan simbol tulisan).

Sedangkan kebutuhan untuk menjawab contoh soal kedua, yakni kemampuan memahami berbagai representasi pecahan, dapat dikembangkan dengan Model Translasi Lesh melalui translasi atau pergeseran pemahaman dari picture (gambar) menuju bahasa matematika (simbol verbal dan simbol tulisan).

Dengan tuntutan soal numerasi AKM untuk memecahkan masalah matematika dalam konteks dunia nyata sehari-hari, menjadi tidak selaras jika pembelajaran matematika masih dilakukan dengan hanya berbasis pada rumus dan persamaan.

Idealnya, pembelajaran matematika di sekolah dibingkai dalam konteks situasi real sehari-hari.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau