Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpusnas: Jangan Hakimi Anak Indonesia yang Rendah Budaya Baca

Kompas.com - 23/02/2021, 12:17 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Persoalan literasi masih menjadi tantangan di Indonesia tidak saja di masa pandemi global Covid-19 saja. Selain kebiasaan atau minat baca, ketersediaan bahan bacaan pun turut menjadi masalah rendahnya literasi Indonesia.

Berdasar standar UNESCO setiap orang idealnya minimal membaca 3 buku baru setiap tahun.

Dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia 270 juta, maka membutuhkan 810 juta buku beredar di masyarakat setiap tahun. Namun total jumlah bahan bacaan nyatanya hanya mencapai 22, 3 juta eksemplar dengan rasio nasional 0,0098 atau tidak mencapai 1 persen.

Sementara Eropa bisa mencapai 15-20 buku per tahun, Amerika Utara bisa 25 buku setahun. Artinya, Indonesia mengalami ketertinggalan jauh.

Data ini disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando melalui rilis resmi Perpustakaan Nasional (13/2/2021).

"Jadi jangan menghakimi anak-anak Indonesia di sisi hilir yang rendah budaya baca, tetapi ini dikarenakan tidak disiapkannya buku yang beredar di masyarakat," ungkap Syarif lebih lanjut.

Ia menyampaikan hal ini menjadi tugas banyak pihak, mulai dari penyelenggara negara, hingga penulis dan juga penerbit.

"Penulis dan penerbit buku juga harus bisa menyesuaikan kebutuhan masyarakat di berbagai tempat yang tidak sama kebutuhannya,” ujarnya.

Baca juga: Sinergi Kampus Mengajar dan KLS Jawab Tantangan Literasi Masa Pandemi

Korelasi literasi dan kesejahteraan

Kaperpusnas menyampaikan, kebiasaan membaca buku dapat mendorong orang berinovasi, sehingga penguatan literasi menjadi salah satu syarat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Literasi, jelas Syarif, terbagi 4 tingkatan, yakni kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bacaan, memahami yang tersirat dari yang tersurat dan mengemukan ide, teori, kreativitas dan inovasi baru.

“Nah yang keempat inilah puncaknya yakni mampu menciptakan barang dan jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global. Jadi literasi tidak lagi sekedar bisa membaca namun memproduksi,” tegasnya.

Syarif memaparkan data saat ini literasi Tiongkok berada jauh diatas Indonesia, bahkan mereka memimpin dunia dalam percaturan kompetisi global. Sementara penduduk Indonesia banyak menjadi konsumen dan rendah memproduksi karena dampak dari rendahnya tingkat literasi.

Indonesia dengan 270 juta penduduk saat ini dan diprediksi 50 tahun kedepan penduduk Asia akan menjadi sebanyak 5 milyar, Eropa 800 juta, Amerika Utara 1-1,2 milyar.

"Ini artinya benua Asia akan menjadi pusat baru kehidupan manusia, dan jantungnya adalah Indonesia yang bakal menjadi tema sentral literasi dalam menciptakan barang dan jasa bermutu," jelasnya.

“Karena pada akhirnya persaingan global dalam tatatan ekonomi dunia adalah siapa yang bisa
ciptakan produksi untuk konsumsi massal. Saat ini kita dipaksa hidup dengan teknologi yang
bergerak sangat cepat,” tambah Bando.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau