“Jadi mereka gampang marah, gampang seolah-olah kayak ngelawan sama orang tuanya. Kayak dia enggak nyaman dengan kondisinya. Nah itulah yang terjadi dengan anak-anak kita saat ini, kalau kita bicara mengenai efek negatif dari PJJ,” tambahnya.
Saat kita mengaitkan ini dengan ujian, tekanannya pun menjadi semakin tinggi. Di satu sisi, mereka masih harus beradaptasi. Di sisi lain, ada target-target yang mungkin tetap harus diwujudkan.
“Jadi kondisi memasuki ujian ini ada dua, ada siswa yang ‘Ok I'm ready’, ada juga yang konteksnya nggak siap, akhirnya stres,” kata Intan.
Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan, bukan saja sebagai supporter, yang memberi dukungan pada anak dalam proses belajarnya, tetapi juga seseorang yang bisa diajak berdiskusi, menjadi pendengar yang baik, dan tentu saja memberi motivasi.
"Jadi sekarang ini bisa dibilang merupakan saatnya bagi kita untuk lebih mengenal anak kita. Cobalah untuk mendengarkan mereka. Dengan begitu mereka bisa berpikir, ‘saya bisa datang ke orang tua saya kapanpun saya ada masalah, karena orang tua saya mau mendengarkan.’ Karena adakalanya anak kita juga enggak butuh solusi dari kita. Mereka cuma butuh didengarkan," lanjut Intan.
Baca juga: Beasiswa S2 Malaysia, Kuliah Gratis dan Tunjangan Bulanan Rp 5,2 Juta
Meski demikian, terlepas dari sejumlah dampak negatif yang muncul sebagai akibat diterapkannya metode pembelajaran jarak jauh (PJJ), Intan juga tidak menampik adanya dampak positif dari PJJ.
Diakuinya, momen ini menjadi saat yang tepat untuk melatih kemandirian anak.
Di sini, Ia mengungkap tentang satu persepsi yang sejatinya harus sama-sama dimiliki orang tua saat ini, yakni membantu tapi bukan membantu secara harfiah.
“Biarkan anak mengurus bukunya sendiri, mengerjakan PR-nya sendiri, dan sebagainya. Jadi sudah bukan saatnya kita ngomong, ah enggak tega. Karena kadang-kadang merasa tidak tega itu membuat si anak tidak menjadi sosok yang mandiri,” tegas Intan.
Ia menambahkan, orang tua cukup membantu sesuai porsinya. Biarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri, semaksimal yang dia bisa. “Yang penting ada usahanya, karena ini akan mempengaruhi karakternya saat dewasa,” katanya.
Baca juga: BUMN Bank Mandiri Buka Lowongan Magang untuk Lulusan SMA
Hal yang tak jauh berbeda diungkap pemerhati dunia Pendidikan sekaligus Head of Academic Kelas Pintar Maryam Mursadi. Ia mengatakan, meski demotivasi pada anak, khususnya menjelang ujian, kerap terjadi, namun bukan berarti tak bisa diatasi.
Sederhananya, kata dia, bicara mengenai ujian berarti bicara mengenai readiness, atau kesiapan.
Jika anak siap menghadapi ujian, dalam arti paham dengan materi yang akan diujikan, berlatih dengan baik, dan rutin, maka kekhawatiran akan gagal pun bisa dihindari.
Sebaliknya, bagi anak yang tidak siap, menghadapi ujian dapat mendatangkan kecemasan, dan akhirnya stres.
“Nah, demotivasi muncul karena siswa belum siap menghadapi ujian, atau dia tahu dia belum paham atau tidak siap ujian, tapi tidak tahu bagaimana menghadapinya atau mencari jalan keluarnya,” ungkap Maryam. “Inilah mengapa mempersiapkan diri sejak awal sangatlah penting.”
Dengan demikian, terang dia, belajar selama PJJ tidak akan menjadi beban, karena didukung dan difasilitasi, bukan saja oleh orang tua, ataupun lingkungan, tetapi juga platform yang tepat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.