Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahendra K Datu
Pekerja corporate research

Pekerja corporate research. Aktivitas penelitiannya mencakup Asia Tenggara. Sejak kembali ke tanah air pada 2003 setelah 10 tahun meninggalkan Indonesia, Mahendra mulai menekuni training korporat untuk bidang Sales, Marketing, Communication, Strategic Management, Competititve Inteligent, dan Negotiation, serta Personal Development.

“Modality” dalam Membangun Masyarakat Informasi

Kompas.com - 12/06/2021, 17:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Laporan The Verge tahun 2016 menyebutkan raksasa elektronik India, Ringing Bells, sedang mengejar penetrasi smartphone massal ke semilyar penduduknya.

Pembaca bisa bayangkan sebuah project untuk mengembangkan smartphone berbasis Android yang bakalan di jual di pasar seharga 4 dolar saja, atau sekitar Rp. 57.000.

Sementara itu projek dari dua raksasa elektronik India lainnya, Micromax dan Intex, menyiapkan budget smartphone full feature yang bakal dilepas dengan harga di kisaran 40 hingga 60-an dolar, yang artinya di bawah harga 1 juta rupiah.

Itu tahun 2016, saat pendapatan per kapita India di kisaran USD 1.600, jauh di bawah Indonesia. Apa maknanya?

India sedang membangun sebuah populasi yang melek koneksi, agar saling terhubung secara nasional dan go global.

Dengan keadaan mayoritas masyarakatnya yang low income, asas modalitas harus dipakai oleh pelaku pasar (pabrikan smartphone dan industri telco), yakni dengan mengkampanyekan agar setiap penduduk India, tua dan muda, kaya dan miskin, apapun kastanya, bisa mengakses informasi dari internet serta layanan jutaan aplikasi yang bakal mempermudah hidup mereka melalui gawai yang terjangkau harganya, syukur-syukur gratis untuk kalangan tertentu. Titik.

Bombastis? Mungkin. Realistis? Amat sangat. Jumlah populasi satu milyar adalah jaminan bahwa asas modalitas dengan meluncurkan budget smartphone tidak akan membuat pelaku industrinya merugi.

Siapa yang diuntungkan? Kira-kira semua pihak, dan tentu mayoritas warga India. Ini cerita lima tahun lalu.

Lima tahun berselang, sahabat saya Co-Founder Eureka Edu-Tech membagikan tautan berita dari TechInAsia dengan headlines “Report: Ecommerce penetration in Indonesia higher than in the US, France.”

Saya bangga, sebenarnya sungguh bangga sekali, tetapi tidak kaget.

Tak terasa, dan mungkin karena arus masif inisiatif industri smartphone global yang masuk ke Indonesia, asas modalitas yang sama dipakai di Indonesia.

Hari ini anda bisa membeli smartphone full-feature dengan harga di bawah 1 juta rupiah dengan pilihan merek dan model yang beragam.

Dan lucunya, sama seperti yang terjadi di hampir seluruh dunia – pandemi Covid 19 yang sudah berlangsung setahun lebih justru menyempurnakan penetrasi itu dengan tetap mempertahankan asas modalitas.

Nyaris tak ada inflasi di segmen low end full feature smartphone di Indonesia, bahkan malah cenderung turun harganya.

Masyarakat yang terhubung.

Membangun sebuah komunitas raksasa yang disebut warga negara agar terhubung dengan bank informasi yang tersedia di internet adalah sebuah mandat bagi proses pembangunan masyarakat modern.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com